Kamis, 30 Juli 2015

Di bawah purnama diikuti bulan

Ingat janjimu yang lalu? Kamu bilang bulan purnama saksinya, dan kamu juga bilang bahwa akan menepatinya disaksikan purnama.
Sekarang entah sudah purnama ke berapa, dan aku masih menanti. Pun aku tak tau apa isi janji yang akan kau tepati itu. Semuanya terlalu abstrak. Iya abstrak. Seabstrak aku yang tersiksa menunggu kamu.

Orang orang bilang, walau kau kini jauh disana, tapi kita bisa memandang langit yang sama. Lalu, apa itu mengubah sesuatu? Apa langit bisa menyampaikan rasa rasa abstrak yang terpendam. Atau langit bisa menjelaskan perasaan abstrak ku ini?

Bukan kah menyakitkan jika kita memandang langit yang sama, tapi aku tak tau bagian langit yang mana yang kamu lihat?
Rasanya juga tambah menyakitkan saat aku harus melihat purnama lagi. Lalu semua rasa yang hilang, kembali berusaha menyusun partikel partikelnya. Dan aku, kembali merindu.

Aku masih penasaran janji apa itu yang akan kau tepati. Kau hanya mengatakan, bahwa di bawah purnama, bersamamu akan hadir hadiah terindah. Dan kau meminta ku untuk menanti.

Di bawah purnama, berhiaskan bintang. Katamu, hari kembali mu adalah malam purnama yang paling terang. Bulan bersinar lebih cerah dari biasanya dan bintang bertaburan seperti mesis, makanan favorit ku.  Aku benar benar menantikan hari itu. Hari dimana langit terang, bulan purnama, bintang bertaburan, dan bumi dipijaki oleh aku dan kamu. Tepat di titik yang sama.

Entah harus berapa purnama lagi aku menunggu mu, tapi dalam kesendirian, aku menikmati setiap detik yang kulalui untuk menantimu. Dalam doa, dalam diam, di bawah purnama.

Aku, masih disini, menanti janji yang pernah kamu buat, dikehidupan sebelumnya. Pertemuan kita yang itu, dikehidupan sebelumnya kan?

-di bawah purnama, diikuti bulan-