Selasa, 29 Mei 2012

Panti dan Masa Depan Ku


Sebut saja aku Ana. Usia ku mulai memasuki angka 17. Aku anak ke dua dari 4 bersaudara. Aku punya dua adik, laki-laki dan perempuan. Kakak ku laki-laki satu. Kami berempat hidup rukun walaupun orangtua kami jarang di rumah. Tapi jujur, dengan jarangnya orangtua ku itu di rumah, aku belajar banyak tentang rumah tangga. Memang, tidak sedikit pun aku belajar bagaimana mencari uang, karena uang terus saja mengalir dari rekening orangtua ku ke rekening kami, anak-anaknya.

Aku memiliki satu pembantu yang tugasnya hanya memasak. Dihari-hari libur ku, aku menemani pembantu ku yang kupanggil bibi memasak. Bibi memang orang lain bagi keluarga kami, tapi Bibi jauh lebih mengerti kami dibanding orangtua kami. Sebut saja ketika kakak ku, Andi mulai merasakan getaran-getaran asmara. Bibi dengan cepat bisa membaca gerak-geriknya. Sambil terus saja memasak Bibi menasehati Ka Andi walaupun hanya dibalas dengan senyuman setuju.
Bibi ku itu memang hebat. Mari ku buktikan hal hebat lainnya.
Hari ini, aku ulang tahun yang ke 17, seperti ulang tahun yang sebelum-sebelumnya, hanya ucapan selamat ulang tahun beserta kue dan hadiah yang kuterima dari ayah dan ibu ku. Hanya hadiah dari bibi yang selalu aku tunggu. Bibi sudah membangunkan ku pagi-pagi sekali. Entah apa tujuannya, tapi aku tau tujuan itu pasti baik sekali. Bibi menunjukkan hadiah hadiah yang dikirimi orang-orang terdekat ku. pengertian terdekat disini bukan berarti mengenalku jauh, tapi hanya dekat dalam hubungan darah. Seperti itulah pengertian orang terdekat dimata ayah, ibu serta keluarga besar ku.
Bibi tidak hanya membangunkan ku, tapi juga kakak dan adik ku. kami berempat selalu akur, selalu menghargai, itulah hasil didikan bibi.
Setelah ritual pagi ulang tahun ku selesai, yaitu meniup lilin dan berdoa kepada Allah, mulailah bibi menutup mata ku. adik dan kakak ku telah mengetahui apa yang akan bibi berikan kepada ku, mereka juga yang merencanakan itu. Mata ku tertutup, dan aku dituntun menuju mobil. Duduk di mobil dengan tegang, baru kali ini aku dibawa keluar rumah dengan ditutup matanya. Aku tak henti-hentinya bertanya kita mau kemana, tapi tak henti-hentinya juga bibi, adik, dan kakak ku menjawab nanti juga kau tau sendiri.
Setelah setengah jam didalam mobil, aku pun turun dari mobil. Dag dig dug. Aku semakin deg-degan. Detak jantungku tak beraturan. Hujan pagi yang turun membuat kaki ku yang tertutup kaus kaki basah.
Tiba-tiba tangan ku merasakan ada sesuatu yang menggandeng. Tangan-tangan yang begitu lembut dan kecil. Bibi melepas penutup mata ku dan aku segera melihat orang-orang yang menggandeng tangan ku. Tangan-tangan itu menarik ku masuk ke dalam rumah mereka. Rumah yang tidak terlalu besar dan hanya ada beberapa orangtua disitu. Kak Andi tersenyum melihat ku kebingungan dengan tempat yang baru saja kami datangi. “panti asuhan” kata Bibi singkat.
Bibi memang begitu hebat. Memberikan hadiah ulang tahun ku di tempat yang belum pernah aku kenal. Anak-anak kecil tak berdosa, anak-anak yang berhak mendapatkan kasih sayang orang tua, yang seharusnya berada di dekapan orang tua, belajar mengucapkan sepatah demi sepatah kata, belajar berjalan, terjatuh dan menangis di dalam dekapan orang tua. Sekecil ini, semuda ini harus hidup tanpa mengenal orang tua kandung. Hati ku tersentuh.
Ka Andi dan dua adik ku sudah menyiapkan barang-barang yang akan diberikan untuk adik-adik di panti ini. Kue ulang tahun ku pun sudah disiapkan di atas meja. Lilin-lilin kecil yang berjumlah 17. ‘make a wish’ begitu biasanya sebelum kita meniup kan lilin. “ya Allah, aku ingin menjadi aktivis panti ini. Aku ingin menjadi bagian dari panti asuhan ini. Aku ingin membuat anak-anak kecil disini bahagia. Amin” kemudian lilin ku tiup dan semua pun bertepuk tangan. Saat pembagian kue, semua anak tersenyum, bahagia sekali, ibu panti pun ikut bahagia melihat anak-anaknya tersenyum.
Ulang tahun ku kali ini benar-benar ulang tahun terhebat.

***
Esoknya, esoknya, dan esoknya lagi, aku datang lagi ke panti ini. membawa tumpukan buku-buku SD ku dulu. Ka Andi dengan iklas mengantar ku ke panti dan membantu membawakan tumpukan buku. Aku mulai mengenalkan mereka kepada huruf-huruf alphabet, kata-kata, lagu-lagu. Dengan sangat mudah aku akrab dengan anak-anak panti. Aku menjadi ketagihan datang ke panti ini. Begitu juga anak-anak panti yang selalu menantikan kehadiran ku. Saat-saat aku ingin meninggalkan mereka untuk pulang adalah saat yang paling sulit. Tidak jarang terdengar paduan suara tangisan anak panti ini. Memang benar jika tangisan anak kecil membuat kepala pusing. Jika anak-anak panti sudah menangis tidak ada yang bisa kulakukan selain menunda kepulangan ku.
Hal yang bisa membuat ku pulang dengan mudah adalah dengan mendongengkan mereka. Salah satu dari mereka memilih buku dongeng, dan meminta ku untuk membacanya. Entah bakat terpendam dari mana, aku membacakan cerita itu dengan penuh penghayatan, saat cerita selesai hanya beberapa orang yang masih tersadar, mereka selalu bertanya bagaimana kelanjutan si tokoh, apakah tokoh itu hidup? Apakah tokoh itu nyata? Dimana rumah tokoh itu? Bisakah kita ikut bertualang dengan tokoh itu?
Semua pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya mereka tanyakan ke orang tua mereka. Anak-anak hebat yang harus kehilangan orang tua mereka terlalu dini.
Setelah tepat sebulan aku menjadi bagian dari panti asuhan ini, aku tersadar, aku tidak mungkin terus-terusan menjalani panti ini sendirian, aku butuh donator. Walaupun aku tau, uang kiriman orang tua ku tidak akan habis dan bahkan orang tua ku tidak akan peduli untuk apa uang itu.
Aku mulai mengajak orang-orang disekitar ku beramal, bersama mendirikan panti ini. Ka Andi, dan dua adik ku, Azhar dan Husna sudah setuju untuk menyisihkan uangnya lima ribu perhari untuk panti ini. Aku pun tidak kalah, ku sumbangkan buku, tenaga, waktu, dan juga uang kiriman orang tua ku untuk panti ini. Bibi dan pembantu ku yang lain siap menyisihkan 2,5% dari gajinya untuk panti ini. Kini giliran teman-teman sekolah ku yang kuajak menyisihkan uangnya untuk panti ini. Aku selalu berkata kepada mereka, seribu rupiah tidak akan membuat kalian miskin. Aku pun tak pernah lupa tersenyum saat mengajak mereka. Beberapa teman ku sudah tergerak, bahkan mereka pun ikut datang ke panti beberapa hari sekali. Namun, ada juga beberapa orang yang terlalu cuek. Tapi tidak hentinya aku tersenyum dan terus mengajaknya, walaupun kadang cap orang sok baik datang, tapi aku tetap semangat demi panti ku ini.
Sehari aku bisa mengumpulkan dua puluh ribu dari teman teman sekolah ku. Dan dalam 30 hari sudah ada enam ratus ribu, ditambah lagi uang dari bibi dan pembantu ku yang lain, serta uang dari Ka Andi, Azhardan Husna serta kiriman uang dari orang tua ku setiap bulan terus bertambah. Orang tua ku berkata bisnis mereka semakin berjalan lancar, mereka sudah memiliki sedikit waktu untuk menelepon anak-anaknya. Aku semakin sering menceritakan perkembangan panti ke orang tua ku.
Kini, dana untuk panti ku ini sudah mulai lancar. Sekarang saatnya mencari orang-orang yang mau membantu memberikan pendidikan awal sebelum anak-anak panti ini mengenyam bangku sekolah. Aku ingin anak-anak di panti ini menjadi anak yang hebat, dapat mengerti pelajaran sebelum diajari oleh gurunya, dapat menempati peringkat teratas di kelas. Aku ingin mereka menjadi anak-anak yang hebat.

***
Usia ku kini 18, sudah memasuki musim ujian. Aku kelas 3 SMA jurusan IPA. Dan kini aku memasuki masa-masa galau. Aku bingung harus melanjutkan kuliah kemana. Aku tidak ingin meninggalkan panti ini, aku tetap ingin bersama mereka, tapi aku juga memiliki masa depan. Mungkin jika masa depan ku nanti sukses, aku bisa melanjutkan cita-cita ku ini untuk membuat anak-anak panti bahagia dan menjadi anak yang hebat.
Aku berpikir keras, hingga akhirnya aku menemukan solusi terhebat. Untuk urusan kuliah ini aku telah berdiskusi dengan orang tua ku. Aku akan mengambil jurusan PAUD. Setelah melalui perdebatan panjang dengan orang tua, dengan Ka Andi dan keluarga besar ku yang lain. Aku memenangkan perdebatan itu, dan aku mengambil jurusan PAUD.
Sedikit demi sedikit aku mulai memahami karakter anak kecil. Aku sungguh senang telah memilih jurusan PAUD ini, dan aku sungguh berterimakasih kepada bibi yang telah mengantarkan ku ke panti ini, serta orang tua dan teman-teman yang telah menyisihkan sebagian uangnya untuk panti ini. Aku sungguh bahagia bisa menjalankan panti ini dan kehidupan ku juga terus berlanjut dengan baik. Terimakasih Tuhan, karena telah mendengar doa ku J


Jakarta, 29 Mei 2012
20:08
Lobelia Asmaul Husna

Tidak ada komentar:

Posting Komentar