Sabtu, 22 Agustus 2020

Kok, aku baik baik aja?

Ada yang aneh dipagi buta tadi, mataku terbuka, otak ku tersadar, tapi hatiku tak merasa ada luka. Padahal, kali terakhir ku merasa, sebuah lubang baru saja tercipta. Tidak besar memang, tapi berbekas.

Pasca berdoa atas luka, seketika ada yang sirna. 

Pagi tadi setelah matahari agak lama bersinar, ku cari kembali, "dimana luka kemarin?"

Kenapa secepat itu sebuah luka bisa pergi padahal sebelumnya butuh hitungan bulan untuk kembali baik-baik saja.

Siang tadi, di tengah terik matahari, kembali ku cari, "dimana luka itu berada?"

Ku korek, ku cari, ku panggil kembali semua memori yang berujung luka. Nihil, dia sirna.

Malam tadi, ku sampaikan bahwa luka ku hilang. Tak percaya juga, ku ceritakan pada malam tentang luka yang telah hilang, tentang memori yang berujung luka. Tentang kenangan yang pernah indah namun berujung air mata.

Tapi dalam setiap kisah, kenapa aku merasa lega? Ada dimana semua luka?

Bahkan sampai saat ku tulis, aku kembali bertanya, kenapa aku baik-baik saja? Kemana perginya setiap luka?

Ah barangkali aku terlalu mengenal cara kerja ciptaanNya sampai hilang semua kecewa mendalam pun tak lagi ku rasa bahagia utuh. 

Aku terlalu percaya tentang ketidakabadian sampai luka dan bahagia rasanya sama. Bedanya, luka meninggalkan kesedihan, bahagia meninggalkan senyuman. Keesokan harinya semua tinggal memori dan paling aku sudah lupa rasanya hehe. 

Rabu, 19 Agustus 2020

i choose to be happy!

Time flies, everyone cries, another happy, some of them just let past go. 

Tertawa, sedih, bahagia, nangis, udah pasti ada di kehidupan setiap manusia. Masa lalu yang bahagia harus dilewatkan, masa lalu yang sedih juga mesti dilewatkan. 

Semuanya berlalu silih berganti. Jadi, gak ada yang abadi. 

Bahkan memori, kadang ada hanya untuk sekedar dilupakan. Mereka jadi sisa sisa kehidupan yang kita gak tau apakah besok lusa masih bisa dikenang atau tertimbun memori baru. 

Hari ini bisa jadi begitu bahagia, besok sore bisa jadi makin bahagia atau malah hancur berantakan. Ya, semua bisa aja terjadi. Karena hidup gak ada satupun yang bisa prediksi. 

Bahkan fisika bisa salah, matematika bisa salah hitung, ledakan chernobyl bisa aja terjadi. 

Terus hati kita patah, hancur, luka mendalam. Sedih gak ada akhir, sampe lupa kebahagiaan kebahagiaan kecil sesederhana bisa nafas tanpa alat bantu. 

Begitu manusia, dan manusia akan terus begitu. Sampai nanti, sampai mati, sampai kaki menapak surgawi. 

Tak ada yang abadi, apalagi kebahagian. 
Tak ada yang abadi, juga termasuk kesengsaraan. 

Bahagia abadi ada di surga, 
Sengsara abadi, ada di neraka. 
Selangkah masuk surga, sengsara neraka seketika sirna. 

So I chose to be happy for myself, 
I'm happy being a moslem, 

I'm just crazy happy to know that in the end, heaven is patiently waiting me. 

So, right now I'm preparing myself to be heaven's citizen as soon as I can 🤓

Sabtu, 08 Agustus 2020

selalu tentang nasihat kematian

Pada setiap nafas terakhir,
Ada yang berfikir, ada yang menangis, ada pula yang menyesal. 

Hidup tak lagi bisa dilanjutkan, kata mereka yang menyesal. Akhir sudah tiba, maka tak ada lagi yang bisa dilanjutkan. 

Air mata pun tak akan berarti apa apa. 
Sambil bertanya, mengapa saya?

Entah itu,

Mengapa saya yang pergi
Atau
Mengapa saya yang ditinggal.

Mengapa kita tak bisa pergi bersama?

Padahal pada setiap jiwa yang pergi, mereka akan meminta satu kali lagi kesempatan. Jika boleh. 

Dengan rengekan air mata ia meminta pada Sang Maha. 

Tak usah sehari, sedetik pun cukup. 

Berikan sekali lagi waktu tambahan untuk beribadah kepadaMu. 

Sebanyak apapun, selalu terasa kurang. Selalu terasa tak cukup. 

Besok, mereka yang bertanya mengapa mereka ditinggal, pada saatnya mereka akan berbalik bertanya, "mengapa saya yang pergi?"

Karena waktu tak pernah menunggu siap.
Ia akan selalu tiba, tepat pada waktunya.