Senin, 23 Maret 2020

Selamat menua, selamat bertambah usia, selamat berkurang jatah di dunia.

Hidup itu begitu, kamu diberikan selamat atas sesuatu yang harusnya kamu tangisi. Kamu berbahagia atas sesuatu yang seharusnya kamu jadikan evaluasi. Kamu bersyukur atas sesuatu yang seharusnya kamu lebih pedulikan lagi. 

Sedetik yang berlalu adalah sebuah penyesalan. Apalagi tanpa sebuah kebaikan di dalamnya. 

Tapi kamu terbiasa berbahagia atas sesuatu yang datang setahun sekali. Padahal tak disangka, rambut putih perlahan muncul. Fisik tak sekuat dulu. Makanan tak bisa asal mau. 

Tapi kamu berbahagia atas sesuatu yang harusnya kamu tangisi. 

Waktu yang terus berjalan, tak menjadikanmu berfikir bahwa kematian justru bertambah dekat. Kepulangan sebenarnya akan tiba dalam segera. 

Tapi kamu bersyukur atas usia yang terus bertambah dan waktu yang semakin sedikit. 

Tak disangka bahwa manusia begitu berbahagia merasakan waktunya yang telah lewat. Lalai dalam bermanfaat tak menjadikannya bersedih dan sadar kembali pada kebenaran. 

Kamu tau, tak sebaiknya detik detik itu berlalu seperti itu. Dalam setiap hembusan nafas, suapan makanan yang masuk ke badan, pembelajaran dalam kehidupan, seharusnya justru mendekatkan kita pada sebaik baik tempat kembali. 

Ada yang perlu disyukuri dan itu lebih banyak dari sekedar berbahagia atas usia yang berkurang. Atas jatah waktu yang tidak lagi lama. 

Bersyukur bahwa usia yang panjang menjadikanmu lebih banyak waktu ibadah. Bersyukur karena memiliki lingkungan baik yang peduli untuk mengingatkan bahwa jatah usiamu berkurang di dunia. Bersyukur karena setiap detik kamu akan disibukkan dalam hal bermanfaat. Bersyukur bahwa diusiamu tak disibukkan dalam hal hal maksiat. 

Yang seharusnya hidup seperti itu, alih alih kamu malah hidup seenaknya. Setiap tahun menjadikan tanggal tertentu spesial dan ingin bebas dalam berbuat kesenangan. 

Atas waktu yang sekali lagi berkurang, kamu sesekali sadar. Kamu sesekali juga lupa. Tapi sekarang kamu lebih banyak tersenyum. Setidaknya kamu bisa lebih bijaksana menghadapi kehidupan. 

Selamat berkurang jatah usia, selamat perlahan meninggalkan kehidupan di dunia. 


Sampai nanti. 

Senin, 09 Maret 2020

Kita sama, berjuang dan berjuang.
kita sama, menangis dan berjuang.
kita sama, melangkah dan berjuang.
kita sama, gagal dan berjuang.
kita sama, merasa sulit dan terus berjuang.

kita sama, tapi porsinya beda.
bukan ukuran berat atau ringannya,
bukan tentang punya ku yang lebih ringan atau jalanmu yang lebih mudah.
kita sama, sesuai dengan kemampuan masing-masing.

hidup ini,
kesulitan ini,
ketakutan ini,
semakin dirasakan semakin ingin ku tinggalkan dunia.
semakin ingin ku pasrahkan pada penguasa.
semakin jauh ingin ku serahkan segalanya.

kita sama, terus berjuang,
tapi bagiku, porsi pasrah pada keputusanNya menjadi lebih besar.

seolah ia mengambil sebagian besar dari kepercayaan diri yang pernah hadir dan bertumpuk hebat di dada. semuanya hilang entah kenapa dan diambil entah oleh siapa.

semakin kesini, semakin ku percaya bahwa aku hanya manusia dan tidak bisa melakukan apa apa tanpaNya.

bahwa segala sesuatu adalah keputusanNya.

kemudahan yang kamu rasakan, aku rasakan,
kesulitan yang aku rasakan, kamu rasakan,

semua adalah kehendakNya.

kita berjuang, sama.
tapi kisah yang ditulis tentang kita olehNya berbeda.

maka setelah ikhtiar, bertawakal adalah yang terbaik.

dan akhirnya kuputuskan tidak lagi berharap pada manusia.
kemudian hari itu aku hanya tersenyum dan kehilangan rasa kecewa yang dulu tumbuh besar.
tidak apa, semua indah karena itu adalah kisah yang ditulis olehNya.

Kita Semua Punya Waktu

Yang tak habis adalah dia, tapi mungkin juga ia terlewatkan. Dia mungkin dilalaikan dan diabaikan, mungkin juga tak dinantikan.

Dia tak mau menunggu, selalu berjalan dan tak peduli yang lain. Tak sekalipun ku perhatikan ia peduli pada yang lain. 

Baginya, hidup adalah tentang dirinya dan dia tak akan peduli dengan apa yang ia lakukan apalagi orang lain. Ia hanya berjalan selangkah selangkah. Terus ke depan sampai kita semua kehilangan. 

Kita tak banyak memperhatikan, tapi dia selalu berjalan melalui setiap yang kita lakukan. 

Langkahnya konstan, jaraknya selalu sama. Tak pernah lebih lambat tak juga selangkah lebih cepat. Dia selalu melakukan hal yang sama sejak dilahirkan. 

Ada yang memintanya untuk sesekali lebih lambat, besok ada yang berdoa untuk lebih cepat datang. Ada pula yang meminta untuk sekali saja terlewati. 

Mereka semua dengan harapan masing-masing menginginkan dapat mengontrolnya. Sedang dia menoleh pun tidak. Tatapannya lurus ke depan. Tak pernah sekalipun menjawab pertanyaan.

Dia hanya ingin menyelesaikan tugasnya. Berjalan terus sampai nanti dia tak dipedulikan lagi oleh umat manusia. 

Kapan?

Nanti, ketika semua sudah kekal abadi, tak ada lagi yang peduli tentangnya. Dikeabadian, tak satupun menghiraukan sudah berapa lama mereka bersama dan berapa lama lagi mereka akan bersama. 

Tak satu pun. 

Kekekalan yang bisa jadi bahagia bisa juga sengsara selamanya. 

Saat itu mungkin untuk pertama kalinya ia berkata

"aku memberikan segalanya sama, tak ku bedakan yang satu dengan lainnya. Aku sesuai dengan perintah Penciptaku. Dan aku menjalankan tugas sesuai perintahNya. Aku tak dapat kembali berputar mengulang dari awal. Sekarang aku kekal ataupun menghilang tak ada lagi yang peduli. Aku hanya akan menjadi diri sendiri."

Tinggal kita yang bertanya tentang kekekalan, kebahagian dan kesengsaraan. Akan ada di sebelah mana kita akhirnya. 

Jumat, 06 Maret 2020

Life is getting hard lately, and it is.
I'm sad, of course but being happy is a must.

Satu satu urusan kita selesai, tapi urusan yang lain datang dan kita gabisa apa apa selain menerima dan bersepakat dengan apa yang diberikan sama kehidupan.

Kita punya pilihan dan ketika terjebak antara b dan d, pilihan kita mendadak jadi c. That's life. Bahkan disisi lain, kita ingin membatalkan segalanya dan memilih b atau membuat opsi baru lainnya. 

While writing this, rasa rasanya pemahaman tentang how confusing this life is getting more real and we're just can't avoiding it. We're only can postpone until it comes back. All of options are getting frustrating and we can do nothing on it.

I do feel it to. 

But that's life. 

Bingung akan pilihan akan menyenangkan ketika kita akan tau apa yang mau kita lakukan kemudian. Tapi ketika tidak tau setelah ini akan melakukan apa, bukankah itu yang paling menyakitkan?

Life is hard because we choose to have a hard one. The reason why is because we believe that we can push ourselves and get through all the struggles. If we only choose the easy one, then our life just as much as people did. 

It's ok, a hard life is a good one to. 
Options just to make sure that you are still a human. Then, those options just trying to make you become superhuman while you're still learning how to be. 

It's ok, since you're a human let's being a human to get through all of this. 

Selasa, 03 Maret 2020

I'm trying to be careless

Entah apalagi sebutan untuk kondisi yang diawali dengan istilah globalisasi ini. Proses mendunia, menghubungkan satu sama lain, entah sudah pernah diprediksi atau belum bahwa proses globalisasi ini benar-benar menghilangkan privasi seseorang.

I'm tired. 

Beberapa jam lalu saya dapet postingan wa di grup yang di forward katanya dari si suspect corona. Si perempuan ini cerita tentang betapa privasi nya, identitas bahkan sosmednya rame dengan orang orang. 

Ah engga ngerti. 
Maksudnya gini, saya juga seorang pemain sosmed dan cukup aktif. Kasus yang ada justru ngebuat saya makin mempertanyakan keabsahannya. Kroscek dua kali dan hanya percaya media tertentu juga saya lakukan.

Pun ketika ada orang suspect corona, gada sedikit pun terlintas untuk nyari tau siapa dia, kerja apa, mainnya sama siapa. Bahkan saya gapernah kepikiran bahwa ada orang yang ngebongkar identitas dia. 

Duh kenapa ya orang orang ini kalo udah tau sesuatu tu gabisa gitu pura pura aja kalo dia engga tau?

Atau

Misalnya abis nyari tau sesuatu, terus kita dapet info, kan gak kemudian mengharuskan kita ikutan komen disitu atau share ke berbagai dunia tentang hal tersebut.

Kan bisa ya diem diem aja. 
Saya abis stalking diem diem aja kok, kalo ngobrol sama orang dan keliatannya dia excited walaupun saya udah tau, saya selalu berusaha menyimak tanpa memotong dengan bilang "iya gue udah tau"

Ah itu ngeselin. 

Kita gak jadi bodoh kok hanya dengan diam. Justru malah kita jadi bijak. Lain kalo kita lagi di kelas, forum diskusi, kita harus keluarin pemikiran kita, berbasis data.

Balık lagi, maksudnya apa coba ya menghilangkan batasan batasan mana ruang privasi dan mana ruang publik. Saya sangat merasa kita ini harus belajar untuk ngurus urusan sendiri aja. 

Rumah tangga orang biar dia aja yang tau

Cobalah jadi cerdas dan memiliki hati. 
Globalisasi itu keren, tapi ketika privasi orang dilanggar, duh gak setuju. 

Senin, 02 Maret 2020

Ternyata dia benar-benar menjadi obat.
Setelah ditinggalkan sekian waktu dan tak menjadi produktif sama sekali, awalnya ku kira semua akan baik-baik saja. 

Kenikmatan waktu tanpanya sungguh benar-benar menyenangkan. Dan aku mencintai setiap detik tanpanya. 

Waktu waktu yang ku habiskan dan ku sibukkan hanya untuk memenuhi keinginan sendiri. Dan ku rasa itu menyenangkan. 

Sampai pagi ini, di hari yang kesekian tanpanya. Perasaan linglung kembali hadir. Ternyata, menghabiskan waktu untuk diri sendiri juga tidak pernah dibenarkan. Dan aku bukan tipe yang mau menghabiskan waktu sendiri.

Pergi meninggalkan segalanya termasuk kekecewaan dan berusaha mengabaikan kekhawatiran. Awalnya itu menyenangkan, tapi ternyata tidak aku banget. 

Menjadi khawatir, kemudian menulis adalah salah satu yang perlu dilakukan untuk menjadi obat. Ku pikir bersenang senang sendirian adalah obat. Tapi setelah ku tinggalkan sebulan tanpa menulis apapun, ku pahami ternyata dia benar-benar menjadi obat.