Selasa, 15 Januari 2019

Dua

Lalu kamu lelah,.
Mencari cara agar minimal dia peka. Mustahil memberi tau, tapi kamu ingin dia tau. Kamu ingin dia paham. Kamu ingin dia mengerti.

Tapi kamu tau, tak mungkin bagimu mengungkapkannya langsung.

Untuk apa disampaikan kalau tak ada yang bisa dilakukan kemudian.

Kamu belum siap untuk sesuatu yang lebih berat. Untuk tanggung jawab yang lebih besar. Dia juga.

Walaupun perasaan kalian (seandainya) sama, lalu apa?

Kalian merasa semuanya terlalu dini. Bahkan diusia yang hampir seperempat abad, kamu masih merasa tidak siap. Tak bisa. Restu orang tua belum ditangan, gaji dari atasan belum cukup menghidupi dirimu sendiri, apalagi hidup orang lain.

Kamu mundur teratur.
Tidak, kamu hanya diam di tempat.

Berharap harap cemas.
Ingin berdoa agar jangan sampai dia diambil orang, tapi apa yang bisa kamu berikan padanya?

Ingin sekali kamu memintanya menunggu, sampai kamu siap. Barangkali besok lusa kamu siap. Kalau tidak besok atau lusa, mungkin bulan depan, atau tahun depan. Tapi sayangnya kamu juga tidak tau kapan akan siap.

Kamu bersedih lagi.

Tak ingin kehilangan dia, padahal tak pernah benar benar memiliki.

Senyum sendiri yang dulu sering hadir, kini berubah menjadi kegalauan singkat dalam hati.

Kamu jadi lebih banyak murung. Jarang memperpanjang komunikasi, kehilangan pertanyaan pertanyaan yang dulu sering hadir. Berhenti total bertanya kepada teman-teman mu, teman-teman mu yang juga temannya dan teman-temannya yang kamu anggap teman teman mu. Bahkan memutuskan untuk mengakhiri komunikasi dengan teman temannya yang kamu anggap teman teman mu.

Pelik.

Semua menyadari perubahanmu. Optimisme mu hilang perlahan.
Kamu berdalih bahwa dunia nyata membuatmu realistis, bukan kehilangan optimistik.

Lalu, dia juga sadar.
Kamu berubah.
Namun,...

Satu

Kamu menyukainya.

Sejak waktu yang belum jelas kapan, kamu memutuskan untuk membiarkan perasaanmu terus tumbuh, perlahan namun pasti.

Kamu membiarkan hal hal yang tak seharusnya menjadi yang harus diusahakan.

Kamu senang, karena rasanya seperti hidup kembali. Seperti ada yang sedang kamu perjuangkan. Seperti, rasanya walaupun tak ada yang terjadi tetap saja kamu mampu tersenyum sendiri.

Kamu berusaha untuk diam menahan semuanya. Berusaha biasa saja ketika harus berbicara dengannya. Menyembunyikan perasaan senang dan ingin berlama lama bicara.

Kamu mengada-adakan pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu untuk ditanyakan. Kamu hanya ingin lebih banyak berbicara dengannya. Mendengar pendapatnya dan mengenalnya.... Lebih jauh.

Kamu mulai semakin penasaran.
Bertanya tanya tentang dirinya pada teman temanmu, pada temanmu yang juga temannya, pada temannya yang mulai kau anggap juga temanmu.

Hingga akhirnya... Semua tau.

Semua orang tau.
Tau bahwa kamu menyukainya.
Semua orang benar-benar mengetahuinya.

Kecuali dia,
Dan itu bagian terlucu, bagian terpenting sekaligus bagian termenyedihkan.

Selamat ya.

Sekarang kamu tau bahwa semua sejak awal sudah tak seharusnya.

Senin, 14 Januari 2019

Harga Sebuah Percaya - Tere Liye

Satu lagi, terimakasih atas buku pinjamannya!

Bahwa membeli buku adalah investasi terbesar dan terbaik, maka meminjamkan buku adalah amal yang terhebat. Dan meminjam buku adalah sebuah usaha memberikan ladang amal bagi si pemilik.

Harga sebuah percaya adalah sebuah novel yang diterbitkan ulang dari buku yang berjudul Sang Penandai. Ia adalah novel full fiction yang tidak akan pernah terjadi dikehidupan nyata hari ini.

Bagaimana mungkin terjadi?

Setiap jalan kehidupan kita, kita yang menentukan. Tidak akan pernah barang setitik pun ia berubah karena didatangi oleh Sang Penandai.

Siapa itu Sang Penandai?

Ia adalah tokoh pendamping setiap kisah. Ia membantu Jim dan tokoh lainnya untuk tetap optimis menjalani hidup. Ia memberikan perjuangan tanpa akhir hingga kisah berikutnya dapat dijalani dengan baik.

Entah, tapi novel ini banyak menghasilkan optimisme. Tidak boleh tersimpan guratan pesimis hanya harena tak tercapainya sebuah kisah sesuai harapan. Tak boleh.

Agar optimisme tetap terjaga, Sang Penandai pun hadir. Menjanjikan dongeng bagi setiap individu walaupun semua masih mempertanyakan seperti apa itu akhirnya.

Dongeng dongeng tentang Tanah Harapan menghasilkan maknanya masing masing.

Pertempuran dan peperangan membuahkan hikmahnya sendiri sendiri.

Sarat makna dan kaya hikmah. Ia memperjuangkan dan diperjuangkan. Ia optimis dan menghilangkan pesimis namun memaklumi pesimisme.

Ia menjanjikan perubahan bahwa yang lemah hanya perlu dikuatkan. Bahwa yang bodoh hanya perlu diajarkan. Hanya mereka yang sombong yang abadi dalam kegagalan.

Ia hanya perlu banyak belajar dan bersabar dalam belajar.

Satu lagi, buku kaya hikmah.

Makasih Bang Tere.