Selasa, 30 Juli 2019

Kamu ada disana karena doanya yang begitu kuat. Katamu suatu kali, segala sesuatu sudah diikhtiarkan, tinggal menunggu hasil sambil banyak banyak berdoa. Dan hasilnya barangkali ditentukan dari siapa yang paling kuat doanya.

Ternyata jawabannya adalah doanya.
Diantara kalian berdua memiliki doa masing masing, tapi apa daya ada orang ketiga yang ternyata butuh kamu dan menurut Allah (bisa jadi) akan lebih baik apabila kamu ditempatkan disana.

Oleh karenanya, Allah putuskan tak ada yang dikabulkan dari doa kalian berdua. Karena kalian berdua berdoa hanya untuk diri kalian sendiri, sedangkan doanya datang untuk kemaslahatan umat.

Bagi Allah, mengabulkan doanya akan lebih banyak manfaat daripada mengabulkan doa kalian berdua.

Jadi, sekarang, bersabar.

Percayalah, dia berdoa tanpa menyebut namamu, namun dengan sangat jelas dia berdoa agar dikirimkan seseorang yang sepertimu agar dia bisa melanjutkan hidup dengan tenang di tempat berikutnya.

Begitu.

Rabu, 24 Juli 2019

Memberikan yang Terbaik

Ternyata, menjadi guru di tempat baru, lingkungan baru, wilayah baru, selalu menarik. Mempelajari hal baru, selalu menyenangkan.

Kali ini waktunya belajar menjadi guru di sebuah boarding school. Untuk seseorang yang biaya sekolahnya hampir selalu digratiskan oleh pemerintah, banyak pertanyaan yang hadir tentang menyekolahkan anak di boarding ini.

Saya belajar satu hal yang sulit tapi berbuah keindahan yaitu: melepaskan anak untuk menuntut ilmu.

Di hari kedatangan mereka di sekolah, saya melihat orang tua yang menghantarkan sampai depan kemudian memberikan salam perpisahan sementara. Hari itu, perasaan saya yang gak karuan. Gimana bisa orang tua jauh dari anak 😅

Saya pernah ditinggal ibu, waktu masih SD selama seminggu. Baru hari keempat, saya udah nangis gegara gak kuat. Tapi ternyata ada loh orang tua yang bisa melepaskan anaknya untuk sekolah di boarding.

Dan saya jadi bertanya tanya, seperti apa hubungan keluarga antara anak dan orangtua yang sudah terbiasa "tidak bersama"

Saya hanya pernah dua kali tidak di rumah dalam waktu lama (cuma sebulanan 😂) dan begitu sampai rumah, langsung sulit keluar lagi. Pun ketika tidak di rumah dalam waktu lama itu, saya sangat memaksimalkan kebebasan 🤭

Lain halnya dengan yang sekolah di pondok. Mereka belajar, tidur, makan, siap siap, semuanya tanpa orang tua, tapi mereka bisa dan mereka kuat.

Saya sampai hari ini rela untuk tidak memaksimalkan fungsi kamar "hanya" agar saya bisa melihat orang tua saya dan agar orang tua saya bisa melihat apa yang saya lakukan.

Sesederhana itu.
Tapi saya juga selemah itu sehingga harus selalu bersama orang tua.

Hanya memikirkan satu point tentang orang tua dan anak yang sekolah di boarding, saya belajar banyak hal. Dan bahkan memikirkan lebih jauh, apa saya siap menyekolahkan anak ke boarding? Kalau tidak siap, apakah saya mumpuni untuk memberikan pendidikan terbaik di rumah?

Sejauh itu emang pikirannya.

Yang saya pikirkan berikutnya adalah ketika anak anak ini sedang tidak di asrama, pasti ada yang ingin bermain, lalu kalau mereka ingin bermain, apa iya harus meninggalkan keluarga lagi? Bukankah ketika mereka tidak bermain, keluar rumah, jalan jalan berarti mereka "hanya" pindah tempat untuk berdiam diri? Tapi kalau mereka keluar rumah dan bermain, bukankah justru waktu bersama keluarga yang berkurang?

Sampai sekarang, pertanyaan pertanyaan itu masih ada. Bahkan saya sendiri yang bertanya ke murid, kalian masuk sini kenapa? Kalian gak kangen rumah? Kalian gak kangen orang tua? Dan lain sebagainya.

Lagi lagi, untuk seseorang yang biaya sekolahnya disubsidi pemerintah, ini tidak mudah untuk dipahami. Karena memang secara teori pun akan baik diakhir in syaa Allah, tapiiii, tapi nih, bicara tentang rasa, apakah hati bisa bicara dusta?

Lisan bilang gapapa padahal hati kenapa napa. Hingga akhirnya baru beberapa hari, sakit fisik yang dirasa.

Saya pikir, membaca buku negeri lima menara cukup untuk menjelaskan kehidupan pesantren yang keras. Tapi ternyata dari buku itu, ada yang belum sampai hatinya ke saya, yaitu tentang sebuah usaha melepaskan untuk kebaikan dimasa yang akan datang.

Ummi abi orangtua murid dari anak anak boarding school,
Barakallahu fiikum, semoga Allah balas kerelaan kalian untuk anak menuntut ilmu dengan segala sesuatu yang lebih baik lagi.

Semangat ya ummi abi, semoga ridho kalian untuk anak anak berbuah pertemuan hakiki di jannahNya.

Aamiin..

Minggu, 21 Juli 2019

Bukan nasi bungkus,
Bukan godaan uang,
Bukan juga iming iming jabatan.

Bagiku,
bergerak adalah sebuah keharusan. Pemerintah adalah lini yang perlu diingatkan.
Dan diam bukanlah sebuah pilihan.

Tidak karena aku perempuan maka aku diam, justru karena aku perempuan aku harus berjuang.

Aku tak peduli pada mata yang memandang remeh,
Tak hiraukan cibiran cibiran orang,
Tak risau komentar komentar jahat manusia.

Aku bergerak, masalahnya dimana?
Aku berjuang, salahnya dimana?
Aku mengawasi pemerintah, dosanya dimana?

Aku berjuang untuk rakyat, bersama rakyat, untuk kepentingan bersama.

Semoga kamu paham,
Dan akan lebih baik kalau kamu ikut juga berjuang.

Jumat, 12 Juli 2019

Menjadi Umar

Aku melihat bahwa Rasulullah memiliki banyak sahabat, tapi salah satu yang paling ku senangi adalah Umar.

Begini ceritanya,

Pada masa jahiliyah, ketika masa awal kenabian pun juga dengan dakwah sembunyi sembunyi, keharuman dan kebesaran Islam tak pernah bisa ditutupi. Lambat laun orang Quraisy pun tau perihal keberadaan agama baru.

Begitu juga dengan Umar.
Kebenciannya melihat perpecahan di Mekkah berbuah kebencian yang lebih besar pada Islam dan Rasulullah.

Sampai suatu hari Rasulullah berdoa, "ya Allah besarkanlah Islam melalui satu diantara dua Umar."

Kemudian Allah pilih Umar bin Khattab.

Terbolaknya hati Umar yang keras diawali dari Qur'an surat Thoha yang dibaca oleh adiknya. Hingga akhirnya tinggal menunggu waktu, Umar pun masuk Islam. Ia menjadi salah satu tokoh besar dalam sejarah panjang umat Islam.

Kebenciannya pada Islam, dosa dosanya dimasa lalu, apa yang ia lakukan sebelum menjadi muslim, akhirnya justru menguatkan dirinya untuk selalu melakukan yang terbaik untuk Allah dan RasulNya.

Sikapnya yang kritis, tegas, dan tak mudah digoyangkan terus ada sampai ia akhirnya menguatkan Islam. Bahkan segera menuntut Rasulullah untuk dakwah secara terang terangan.

Menjadi Umar tak mudah, ia sadar akan kesalahannya (padahal in syaa Allah telah diampuni Allah) lalu dengan optimis melakukan berbagai ibadah, beramal sholih agar bisa kembali berkumpul di surga bersama Rasulullah.

Menjadi Umar berarti menjadi sebaik-baik hamba yang bertaubat. Memiliki masa lalu namun optimis memandang masa depan.

Menjadi Umar adalah tentang kekuatan melawan maksiat yang mungkin dulu pernah dilakukan. Namun hari ini menjadi yang paling kuat menentang.

Menjadi Umar adalah tentang kesabaran, keikhlasan, dan keinginan serta azzam yang kuat.

Masa lalu dijadikan pemicu semangat agar menjadi pribadi yang lebih baik dan sempurna dalam beribadah pun juga berislam secara menyeluruh.

Menjadi sebenar benar hamba dan setaat taat pada Sang Pencipta.

Tak apa kamu punya masa lalu, Umar juga.
Berislamlah seperti Umar, in syaa Allah kita akan masuk surga seperti Umar bin Khattab

Kamis, 11 Juli 2019

Sulitnya Menjadi Kamu (2)

Berikutnya yang juga tak mudah dilakukan adalah menjadi kamu yang tak peduli kehidupan orang lain namun kondisi hari ini mengharuskan mu mengetahui kondisi banyak orang.

Bagaimana rasanya jadi kamu?

Aku tau kamu pasti lebih dari sekedar pusing. Bicaramu depan forum terdengar meyakinkan, obrolan serta canda tawamu terasa renyah dan menyenangkan.

Namun masalahnya, bagaimana jika harus dilakukan secara personal ke individu satu persatu? Ku dengar orang introvert tak terlalu suka melakukan itu.

Aku tau betul kamu bingung ketika harus berbicara berdua dengan orang lain. Apalagi posisinya kamu harus bertanya tentang hal hal yang sifatnya pribadi. Pasti tidak mudah ya?

Iya, aku ingat ketika kamu harus berbicara hal hal pribadi ke orang yang baru kamu kenal dan aku sangat memahami betapa kamu tidak menyukai hal itu. Seperti sedang dikorek informasinya hanya untuk sekedar tau namun tak ada solusi ke depannya.

Berikutnya kamu mulai bertanya, hal apa yang akan terjadi jika kamu bertanya lebih banyak, atau apa yang akan terjadi kemudian jika kamu menjawab dengan kalimat kalimat yang lebih panjang.

Kamu menghabiskan waktu sekian detik hanya untuk memikirkan apa yang harus kamu sampaikan waktu itu. Sekarang, kamu berfikir sekian jam sambil sekali sekali teringat, dan mempertanyakan apa yang akan terjadi jika kamu melakukan sesuatu yang lebih atau melakukan sesuatu yang kurang dari itu.

Aku sangat mengetahui pikiran mu berkecamuk. Duduk di samping orang sekalipun kamu mengenalnya tak pernah mudah. Jika duduk tanpa saling bicara, tentu saja terasa aneh. Namun kamu paham, tidak mudah untuk akhirnya saling bicara. Kamu tidak tau bagaimana caranya memulai sesuatu.

Lebih baik duduk disamping orang asing. Tak ada kata yang keluar hingga orang asing itu memutuskan untuk membuka omongan duluan atau kalian akhirnya berakhir dengan keheningan dan berbicara dengan pikiran masing masing.

Kamu tentu saja menyukai yang kedua, sendiri dengan pikiranmu, tapi kamu juga tidak akan mengabaikan usaha orang lain untuk berbicara dengan mu kan?

Terbukti dari orang orang yang akhirnya mampu nyaman berbicara panjang lebar dengan mu dalam sekali temu. Sudah berapa banyak orang yang seperti itu denganmu?

Menjadi pendengar dan penyimak agaknya memang jauh lebih mudah. Namun kini, keahlianmu juga harus bertambah. Menjadi yang mampu membuat orang lain bercerita.

Mencari informasi lebih banyak dan dalam tentang mereka butuh usaha keras. Jantungmu mungkin akan berdegup kencang, otakmu akan banyak berfikir, kamu juga bisa saja akan lebih lelah dari biasanya.

Tak apa, kamu sedang berproses.

Kamu akan bisa menjadi orang yang mudah berinteraksi dengan orang lain, tenang saja. Mengajak orang lain berbicara tidak semenakutkan itu. Dan diabaikan atau tidak mendapatkan sesuatu yang kamu butuhkan, tidak semengecewakan itu.

Kamu hanya perlu sedikit lebih banyak mengolah rasa agar besok lusa tak apa merasa tidak baik baik saja setelah tak berhasil lagi untuk berbicara.

Kataku lagi di depan cermin.

Rabu, 10 Juli 2019

Sulitnya Menjadi Kamu

Mereka bilang kamu ekstrovert, berteman dengan siapa saja, apa saja, kapan saja dan dimana saja.

Katanya, kamu representasi makhluk Tuhan yang paling mudah beradaptasi, paling banyak teman dan paling paling lainnya.

Mereka seolah-olah tau banyak hal tentang kamu, padahal tak ada satupun yang dia mengerti tersebab betapa tertutupnya dirimu.

Katanya suatu kali,
"aku bener bener gak kenal kamu, bisa bisanya kamu aktif disitu tapi aku gatau kamu."

Begitu.

Kamu hanya tersenyum.
Bagimu, ada banyak hal yang sekiranya hanya perlu diketahui dirimu sendiri. Tak perlu ada orang lain tau. Biarkan mereka mengetahui segala sesuatu yang baik baik saja. Dan kamu akan menjadi sempurna.

Kemarin katanya kamu hebat, dikenal banyak orang. Padahal sejatinya, selain namamu tak ada satupun yang mereka ketahui tentang kamu.

Kamu terkenal dipermukaan, tapi terpendam jauh dipedalaman rasa. Tak ada satupun yang benar benar mengenalmu.

Sekali waktu kamu berusaha menceritakan tentang dirimu, tapi ternyata orang orang lebih butuh untuk bercerita tentang dirinya. Jadi kamu memutuskan diam dan mendengarkan sesuatu hanya untuk membuat dirinya nyaman.

Kamu abaikan segala sesuatu tentang,
"hei aku juga butuh didengar."

Kemarin mereka bicara banyak tentang kamu, kekuranganmu yang kini terangkat luas. Namun kamu hanya membalas dengan senyuman.

Kamu sesekali bertanya tanya apa setidak baik itu aku dimata orang orang sampai berteman saja pun sulit.

Masalahmu hari ini adalah tentang betapa sulitnya bagimu untuk memulai sebuah pertemanan.

Bagimu, ditinggalkan dalam rumah sendirian akan lebih menyenangkan dibandingkan bersama di ruangan penuh manusia yang sibuk berinteraksi satu sama lain.

Kepalamu mendadak pusing, jantungmu mendadak berdebar. Pertanyaan pertanyaan seputar, "apakah aku bisa berbicara?" "apakah obrolan ku tidak membosankan?" "apakah mereka mengerti apa yang ku maksud?" "apakah aku bisa diajak berbicara tentang berbagai hal?"

Semua pertanyaan itu memasuki pikiran mu hingga akhirnya kamu memilih untuk mencari tempat dipojokkan sambil melihat keramaian.

Kamu kembali pada rutinitasmu, memperhatikan orang orang.

Dilain waktu, katanya sosmed mu aktif. Followers dan following mu sama sama banyak, tapi ternyata orang orang yang mengikutimu dan yang kamu ikuti adalah manusia manusia yang kamu kenal dipermukaan dan mengenalmu hanya dipermukaan saja.

Untuk orang yang mengenalmu secara langsung hampir sebagian besar tak saling mengikuti karena ketidakcocokan dalam berteman.

Katanya kamu eksklusif. Padahal kamu hanya tidak tau bagaimana caranya berteman ketika tidak cocok dengan bahan obrolan dan semuanya tentang mereka.

Tapi kamu tentu saja menganggap semua orang adalah teman. Tapi tak ada satupun yang benar benar mengenalmu.

Sabar ya,
Kataku di depan cermin.
Aku juga begitu.

Manusia dan Masalahnya

Kamu hidup?
Ya.

Apa buktinya?
Aku punya masalah.

Begitu katanya suatu hari.
Baginya, masalah masalah yang ada melahirkan sebuah wujud pembuktian bahwa dirinya adalah manusia yang masih hidup.

Ketika ku tanya mengapa, ia sesegera menjawab bahwa masalah adalah bentuk perhatian Sang Pencipta kepadanya.

Ia lalu menceritakan bagaimana hidup manusia tanpa masalah. Barangkali itu yang akan dinamakan kekeringan dalam hidup.

Tak juga memang masalah adalah sebuah bentuk perhatian, tapi masalah akan melahirkan bentuk lainnya yaitu sebuah kesadaran tentang menjadi hamba.

Bahwa masalah itu tak pernah hadir sendirian. Ia muncul bersamaan dengan datangnya manusia baru dalam hidup kita. Masalah juga sebetulnya datang bersama dengan kemudahan.

Kata Allah, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Kemudian diulang sekali lagi, bersama kesulitan ada kemudahan.

Sejak pertama memahami perkataan Allah tersebut, hidupnya semakin santai. Maksudnya, ia tak lagi mempermasalahlan masalah masalahnya. Ia menjadi pribadi baru yang kuat menjalani hidup.

Ia tak pernah ambil pusing akan sesuatu. Bahkan rasa rasanya, ia lupa apa masalah yang sedang ia rasakan. Ketika harus mendefinisikan masalah apa yang ia miliki, ia harus berfikir panjang dan sulit menemukan definisi yang tepat.

Ah barangkali aku tak punya masalah.
Begitu katanya suatu kali selepas sholat malam dan tilawah.

Suatu kali ia cerita melewatkan sholat malam, tilawah dan sholat di akhir akhir waktu, ia mulai mempermasalahkan segala sesuatu yang ada dihidupnya.

Penuh keluhan.
Seolah olah masalah yang kemarin tidak ada muncul seketika, bersamaan. Lalu dia sholat, mungkin sholat taubat, sholat dhuha, atau sholat lainnya.

Setelah itu dia sudah melupakan semua masalahnya.

Kupikir dia unik, aku tau sekali bahwa dia memiliki segudang kegiatan dengan permasalahan dan pekerjaan masing masing yang perlu dituntaskan.

Tapi kerennya adalah dia selalu menggantungkan hatinya pada Sang Pencipta. Dia mempercayaiNya lebih dari apapun. Sehingga apapun masalah yang ia hadapi kini, tak sekalipun mengganggu hidupnya bahkan justru mendekatkan dirinya kepadaNya.

Ah,aku sungguh iri dengan orang seperti itu.

Rabu, 03 Juli 2019

Pernah gak ngerasa kaya sedih tiba-tiba gitu?
Perasaan gaenak atau malah jantung berdebar lebih kencang tanpa alasan apapun.

Saya tu gitu.

Sekali waktu rasanya butuh ngobrol sama orang biar ngerasa tenang, tapi setelah ngobrol, perasaan gak juga tenang.

Memutuskan menyendiri, olah hati, atur pikiran, tenang si, tapi ada perasaan yang gatau apa gitu yang butuh banget disalurkan.

Mau nangis engga bisa karena emang gabisa aja hehe.

Kalo udah gini, biasanya saya cenderung mengabaikan perasaan yang ada. Paling juga nanti ilang.

Kaya tadi tu, rasanya mo curhat dan bilang, "kok aku sedih ya" padahal lagi jam kuliah tapi kok ngerasa sedih tiba-tiba 😂

Alhamdulillah gak jadi cerita dan lebih memilih untuk diem sambil mikir nanti juga sembuh.

Atur pikirin, olah hati lagi, kasih afirmasi posiitif, tapi gada hasilnya euy.

Keluar dari lift, menuju parkiran spiral, malah makin deg degan 😂

Jadi UNJ ini lagi gatau parkiran yang pemuda lagi diapain akhirnya tadi terpaksa harus parkir di spiral (anak unj aja yang paham).

Saya sengaja jalan pelan pelan walaupun deg degan. Ah iya, selesai kuliah itu jam setengah 8 malem. Mon maap gak GST (gerakan setengah tujuh) alesannya in syaa Allah Syar'i ✌️

Nah emang UNJ pas malem ini hampir jarang sekali bisa saya liat. Pertama gegara ada GST, kedua gegara rumah saya jauh. Jadi abis maghrib pengen langsung pulang aja gitu.

Gataunya, UNJ pas malem itu sepi. Banyak yang genjreng genjreng bikin pengen ikutan nyanyi. Terus bikin deg degan karena gelap. Duh.

Udah gitu gak lagi banyak liat mba mba kerudung panjang seliweran. Tapi saya coba jalan santai sambil terus mata kemana mana ngeliat suasana UNJ pas malem. Mon maap norak.

Gataunya, pas jalan sendirian itu, pikiran saya kemana mana terus. Sampe akhirnya dari jauh harus ngeliat ibu ibu yang jualan dengan dua tongkat dan kaki satu tak terlihat.

Gak jauh dari situ juga ngeliat mahasiswa pada ngumpul, ada yang di masjid, tugu, dan berbagai tempat lainnya.

Hati saya sedih lagi ya bertanya tanya sendiri, kenapa si dunia ini begitu beragam? Kenapa ya Allah menciptakan manusia dengan berbagai latar belakang dan takdir masing masing yang berbeda. Ini udah pernah saya tanya ke diri sendiri dan udah dijawab dengan pikiran sendiri si tapi kadang suka bertanya tanya lagi aja.

Sedih gitu, gimana si caranya biar ngolah kesedihan ini.

Akhirnya saya jalan terus menuju parkiran dan otw pulang lah.

Di sepanjang jalan, saya melakukan aktivitas yang semoga bisa menenangkan hati. Alhamdulillah, sama aja rasanya hee.

Tapi pas di daerah duren sawit, akhirnya saya liat lagi bapak bapak yang selama semester ini selalu terlihat mendorong gerobak dengan kaki pincangnya. Setiap ngeliat bapak ini tu saya selalu gak karuan rasanya. Merasa bersyukur dengan kondisi diri sendiri dan sedih karena belom bisa menciptakan tempat yang baik buat bapaknya.

Ketika ngeliat bapak ini lagi untuk yang gatau ke berapa kalinya, akhirnya saya putuskan untuk berhenti dan sedekahkan apa yang ada di kantong saat itu.

Bapaknya bersyukur, ucap alhamdulillah, kemudian saya tinggal dan otw pulang lagi.

Kemudian, baru beberapa putaran roda motor, tiba-tiba saya ngerasa kaya ada yang ke angkat gitu loh di dada.

Wah, rasanya kaya lega gitu.
Gatau deh, tapi kok lega aja gitu ya.

Saya udah sering denger kalo sedekah bisa menenangkan hati, tapi saya gatau kalo bisa setenang dan secepet itu 😅

Ma syaa Allah tabarakallah.
Coba deh praktek, mudah mudahan menghasilkan ketenangan yang sama.

Selasa, 02 Juli 2019

Selanjutnya kamu pernah berfikir untuk mundur. Menghentikan langkah bahkan kembali pulang ke arah yang telah lama kamu tinggalkan.

Tak ada lagi yang perlu diperjuangkan. Pikiran mu dengan keras mengatakan hal itu. Kamu kalah, lemah, tak bisa apa apa.

Kamu menengok lingkungan sekitar dan melihat banyak orang yang memutuskan menjadi manusia normal yang biasa biasa saja. Tak usah bersusah susah berjuang, toh jalanmu ternyata tidak semudah orang yang berjuang itu.

Kamu pesimis, melihat lingkungan dengan skeptis.

Ah dia kan ada orang tuanya yang kaya
Ah dia mah emang udah pinter dari lahir
Ah dia jelas aja bisa ada orang dalem

Dan segudang rengutan lainnya.

Bagi mu, tak ada yang perjuangannya sesulit kamu. Tak satupun. Orang orang itu mampu karena ujiannya mudah, tapi ujian ku susah.

Sampai aku gemas.
Hahaha.

Tak ku sangka akhirnya ku putuskan untuk menulis tentang mu dan semua keluhan keluhanmu.

Bagiku mendengar memang selalu menyenangkan. Aku percaya ada obat yang tak bisa dijelaskan hanya dengan bercerita. Setidaknya bebanmu sepersekian gram terangkat walaupun aku tak juga menerima beban atas ceritamu. Ya walaupun kadang kamu memaksa untuk mengambil bagian dari perjuanganmu.

Tapi ku senang membantu. Sungguh.
Tak ada satupun yang ingin ku sampaikan bahwa membantumu adalah hal yang menyebalkan.

Hanya saja,
Selama telinga ku masih mendengar keluhan, ingin rasanya ku cukupkan segala sesuatu atau ingin ku tanyakan kenapa kita tak bisa berhenti mendengar ketika tak ingin mendengarkan sesuatu. Sedangkan kita bisa berhenti melihat dan bernafas sebentar ketika ingin.

Tapi berteman dengan mu membuat ku banyak bersyukur bahwa tak terlalu banyak yang ku keluhkan.

Bahkan,
Dari setiap keluhan keluhan mu, tak satu pun yang ku sepelekan. Aku tau kamu tidak suka kalau direspon, "ah itu masih mending, kemaren aku..." dst.

Dear you,
My friends,
Masalah ada, ujian ada, tak satupun dihadirkan untuk kita selesaikan. Bukan tugas kita mencari solusi atas segala permasalahan yang ada.

Allah hanya meminta kita untuk banyak bersabar, banyak berdoa dan banyak berjuang. Tak ada satupun perintahNya yang mengharuskan kita memenangkan sesuatu.

Seandainya saja bisa ku bagi sedikit saja pemahaman ku tentang betapa menyenangkannya memiliki sesuatu yang dipikirkan, mungkin keluhanmu tak sebanyak itu dan bisa jadi kamu akan tau lebih banyak tentang ku.

Tapi tidak apa, mengetahui banyak tentang mu itu menyenangkan. Hanya saja rasanya mungkin lebih menyenangkan kalau ada seseorang yang memahami mu dengan sangat dalam dan baik.

Jadi, sampai mana obrolan kita tadi?