Sabtu, 20 April 2013

Kuncup itu Layu Kembali

aku berjalan dengan pelan, menikmati setiap tempat yang aku lewati. aku berjalan cukup pelan sehingga yakin tidak mungkin terjatuh karena hal hal kecil, terutama karena tersandung. aku berjalan di taman itu, taman yang dikelilingi oleh deretan mobil, motor, sepeda, dan alat transportasi lainnya.
pemandangannya indah, apalagi kolamnya. ditengah kolam itu, ada air pancur, indaaaah sekali. kolam itu bersih, banyak ikan, bentuknya yang lingkaran benar benar memudahkan  ku untuk melihat orang disekeliling kolam tersebut. ya, melihat orang disekeliling kolam tersebut dan akhirnya aku tersandung.
rasanya, malu sekali. semua orang di taman memandangimu dengan rasa penuh iba tapi disisi lain mereka sedang menahan tawa karena kebodohanmu tersandung sesuatu yang entah itu apa.
aku terduduk menahan rasa sakit di dengkul dan menahan malu. ingin rasanya kubuang muka ku jauh jauh atau memakai topeng agar orang orang tidak bisa melihat muka ku lagi. atau mungkin lebih baik aku tidak usah datang ke taman ini lagi, taman ini hanya akan mengingatkan ku dengan kebodohan ku tersandung sesuatu yang aku sendiri tidak tau apa.
sambil menahan malu dan membersihkan rok ku, aku melihat uluran tangan itu, tangan yang besar dan putih, berurat banyak. kukunya pendek, di jari manisnya tersemat sebuah cincin perak, dipergelangan tangannya ada jam tangan digital berwarna hitam menunjukan pukul 16.15.
aku meraih tangannya, mengangkat kepala ku, dan mendapati sorotan mata tajam yang hangat dengan senyuman manis diwajahnya, dan lesung pipi yang cukup dalam di kedua pipinya.
hari itu, 1 Januari 2013 pukul 16.15 bumi memutuskan untuk berhenti berputar beberapa jam yang sebenarnya hanya beberapa detik.
genggaman keras tangan itu membuat ku tersadar dan kini aku sedang berusaha untuk berdiri.
kini bumi memutuskan untuk berputar sangat amat pelan. sehingga aku bisa berfikir apa yang harus aku katakan. terimakasih? maaf? siapa namamu? tadi itu bodoh? atau apa?
ah, kini aku sudah berdiri. tenggorokanku tercekat. aku tidak bisa mengatakan apapun. untuk menyunggingkan sebuah senyuman pun aku yakin aku tidak bisa.
kenapa yang keluar dari wajah ku adalah seringai tajam? kenapa aku harus mengerang seperti orang kesakitan?
ah, dunia harus berhenti berputar sekali lagi agar aku bisa benar benar berfikir harus melakukan apa.
"kau tidak apa apa?"
suara itu.....bukan, bukan suara pria yang menolong ku tadi. tapi suara seorang perempuan yang berlari dari jauh yang berusaha secepat mungkin menghampiri ku.
kini aku benar benar bisa tersenyum, aku bisa menemukan kembali suara ku.
"tentu saja, tadi itu bodoh sekali, aku tidak apa apa. terimakasih sudah membantu."
"kau ceroboh sekali sih, aku sudah bilang jangan terlalu serius jika memandangi sesuatu, kau itu kalau sudah konsen dengan satu hal, lupa dengan hal lainnya, makanya kau bisa jatuh dengan sendirinya."
aku tersenyum. memaksakan tersenyum.
"siapa namamu?"
kuulurkan tangan ku, berharap bisa menyentuh tangan itu lagi, tangan yang membuat dunia ku berhenti sepersekian detik.
"dia Brian, orang yang ingin ku kenalkan padamu itu."
aku kembali memaksakan sebuah senyuman dan menarik kembali tanganku, berharap tidak pernah melihat tangan itu, tangan yang membuat dunia ku berhenti berputar sepersekian detik.
bumi kembali memutuskan untuk berhenti berputar agar aku bisa berfikir jernih, ternyata dia sudah menjadi milik teman ku sendiri. kuncup yang baru saja memutuskan untuk merekah ini kembali menutup dirinya, sepertinya layu lebih baik daripada harus mengharapkan kumbang yang sempurna milik temannya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar