Here we go..
jeng jeng jeng
Buku yang
baru saya baca “Gado Gado dan Sushi” you can see from the title, it must be
about Indonesia and Japan. Tapi buku ini gak ngebahas tentang makanan.
Buku ini
saya dapat setelah mengikuti matrikulasi selama sebulan di kantor tempat saya
PKL. Ceritanya bagus dan luar biasa menginspirasi.
Buku karangan Yunitha Fairani ini menceritakan tentang kehidupannya di
Jepang sambil membesarkan kedua anaknya. Disini banyak diceritakan tentang
bagaimana caranya mendidik anak agar anak kita bisa menjadi disiplin dan selalu
bekerja keras. Saat saya membaca buku ini, yang ada dipikiran saya adalah
Subhanallah, luar biasa! Jika dibandingkan dengan Indonesia, kita benar benar
tertinggal jauuuuuhhhh sekali.
Yunitha Fairani tinggal di Jepang karena ikut suaminya yang orang Jepang.
Dia bertemu suaminya ketika sedang kuliah di luar negri *I forget where the
country is* kisah cinta mereka dimulai ketika kerusuhan 98 terjadi. Saat semua
orang orang asing pergi meninggalkan Jakarta, suami Yunitha Fairani malah
terbang ke Jakarta dan menemui sang istri. Wanita mana yang gak kagum? Jadilah mereka
menikah dan Yunitha pun dibawa ke Jepang.
Kehidupan di Jepang itu jauuhh berbeda dengan di Jakarta. Especially buat
perempuan yang punya anak. Di buku ‘Gado Gado dan Sushi’ diceritakan bagaimana
Yunitha berjuang menjadi ibu rumah tangga. Padahal kalo dipikir dia kan udah
kuliah S2, tapi di Jepang malah jadi ibu rumah tangga. Kasian ya?
Kasian? Enggak. Sama sekali gak kasian. Kenapa? Karena kalian gatau
kerjaan ibu rumah tangga itu apa, terutama ibu rumah tangga yang di Jepang. Di
Jepang, pendidikan formal dimulai dari TK. Anak anak diajarkan cara nyebrang,
cara ngobrol sama temen, cara ngobrol sama orang dewasa, dan yang kerennya
mereka diajarin bikin kain lap. Waw! Kain lap! Pernah gak sih mikir buat bikin
kain lap? Beli aja di pasar kan bisa ya, murah.
Di buku ini juga diceritakan bagaimana perjuangan Yunitha berjuang
belajar budaya Jepang agar bisa diterima sebagaimana orang Jepang menerima
orang Jepang lainnya, bukan diterima sebagai orang asing. Dibuku ini dituliskan
kalo banyak yang bilang orang Jepang itu kaku sama perbedaan. Jadi kalo kita
terlalu berbeda terutama dari segi budaya, bisa bisa kita akan merasa
terasingkan secara gak langsung. Bukan mereka yang mengasingkan kita, tapi kita
yang bikin diri kita terasing.
Ada sebuah kalimat, “Tersenyum dan
menyapa orang lain terlebih dahulu akan membuka pintu kemudahan.” Banyak orang
yang lebih milih nunggu disapa, bukan nyapa duluan, itu manusiawi kok. Tapi kalo
kita tinggal di negri asing, kita yang harus aktif, karena kita butuh mereka.
What else?
Disini diceritain bagaimana ibu ibu Jepang bener bener mantau perkembangan
anaknya di sekolah dan bener bener kenal sama ibu ibu yang lainnya. Ada sebuah system
dimana para ibu gentian mengantar jemput anak anak yang sudah dibuatkan
kelompok berdasarkan jarak rumah mereka. Metode ini katanya sangat membantu,
terutama bagi ibu rumah tangga Jepang yang banyak urusan. Terus saat penerimaan siswa baru, ternyata disitu juga ada keharusan para ibu untuk memilih ‘ekskul’
apa yang akan dia jalani selama anaknya sekolah disitu. Keren.
Ada juga cerita dimana sekolah itu mengadakan bazar, para ibu dibagi
dalam beberapa kelompok dan membuat parkarya masing masing untuk dijual. Bagi yang
mau buat bisa ngebuat, bagi yang mau nyumbangin barangnya buat dijual, bisa
juga. Ada seorang ibu yang menjual beberapa set piring, sendok, gelas, garpu,
dll dengan alasan ‘saya udah punya di rumah, yang ini dijual aja buat modal
ekskul di TK.’ Waahhh, subhanallah banget. Dibuku itu diceritain kalo itu tuh
mahaaaalll banget dan baguusss banget.
Coba bandingin sama orang Jakarta. Piring sama gelas aja ditaro di
lemari, buat pajangan.
Apa lagi ya?
Ahh iya! Waktu wisudaan anaknya Yunitha yang terakhir, disitu para ibu
mempersembahkan sebuah lagu yang luar biasa menginspirasi saya. “Sekai Ni
Hitotsu Dake No Hana” artinya “bunga yang hanya ada satu di dunia.”
Liriknya udah pernah saya post, coba cek disini.
Bisa diliatkan kehidupan di Jepang, bagaimana Negara kecil yang memiliki
SDA sedikit bisa menjadi Negara yang luar biasa maju. Anak anaknya sudah
dididik untuk disiplin dan bekerja keras dari kecil, dari mereka TK.
Di jepang, tradisi kirim surat bener bener masih dipake. Perkembangan computer
mereka pake buat ngedesain kartu kartu ucapan dengan bagus dan tetep dikirim
lewat pos, waaahhh keren.
Kalo saya ceritain semua nanti saya disuruh bayar denda lagi >.<
Mending baca bukunya deh, menginspirasi sekali, terutama buat perempuan
yang akan menjadi ibu, siapa tau jodohnya orang Jepang XD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar