Minggu, 12 Maret 2017

Hari ke dua belas.

Jika boleh ku hitung, ini pasti hari ke dua belas sejak kamu memutuskan untuk pergi. Karena menurutmu lagi, tak ada cara terbaik untuk mengakhiri aku yang selalu menunggu selain berhenti membuatku menunggu.

Sudah hari ke dua belas. Akhirnya aku sadar bahwa ada atau tidak adanya dirimu, menunggu tidak juga menemukan akhir. Selalu begitu. Bahwa setiap malam, aku selalu terbangun. Setiap pagi aku selalu terbayang. Dan setiap siang aku menyadari bahwa diriku terabaikan. Selalu begitu meskipun ini adalah hari kedua belas.

***

Tak ada. Selalu tak ada yang bisa ku sampaikan ketika kamu bertanya apa ada yang ingin kutanyakan. Karena bagiku, kehadiranmu adalah sebaik-baik jawaban. Dan semua tanya akan hilang ditelan senyuman.

Lalu saat kau tak ada, saat setidaknya aku butuh untuk kau tanyakan sekedar kabar, atau sekedar sapa dan sebuah kata maaf atas pengabaian yang kau lakukan. Kau tak ada. Ah, bahkan kau tak paham apa yang ku coba ceritakan sekarang.

***

Malam lagi.
Apa yang dilakukan langit kepada gelap? Atau apa yang dilakukan kepada langit sehingga ia gelap? Kenapa tiba-tiba gelap menutup cahaya? Atau tak adakah keterangan dalam sebuah pertanyaan yang juga tak ditanyakan?

Tidak tidak.
Apa kabar hatimu? Ketika bukan namaku yang pertama singgah disana, adakah kesempatan untuk menjadi yang terakhir menempatinya?

Malam, tolong jawab. Tolong. Biarkan dia menjawab. Jangan terus gelap. Kamu tau, aku butuh cahaya untuk menentukan arah.

***

Masih hari ke dua belas.
Sepuluh hari lagi.
Apa yang harus ku lakukan kalau kamu tak bisa memegang kata kata mu sendiri?

Kenapa kau katakan akan tetap disini ketika yang kau lakukan hanyalah pergi...

Menjauh?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar