Saat matahari muncul dari ufuk
timur di hari Minggu pagi. Disa kira perasaan itu telah hilang seutuhnya.
Perasaan yang telah lama ia buang jauh jauh, perasaannya untuk Dika. Perasaan
yang semakin dibuang akan terus semakin lekat dihatinya. Ternyata kenyataan
berbicara lain. Hari itu tanggal 20, seharusnya hubungannya dengan Dika
memasuki usia ke tiga tahun, tapi pada kenyataannya hubungan mereka telah lama
kandas, bahkan sebelum memasuki tahun ke dua.
Disa kembali bangun ditengah
malam, tapi kini ia tidak kebingungan karena saat pertama kali ia membuka
matanya yang ada dipikirannya adalah sekarang tanggal 20. Hari dimana ia dan
Dika memutuskan untuk bersama. Apa yang harus ia lakukan? Semenjak Disa
memutuskan untuk melupakan Dika, semua kenangan tentang Dika telah dihapuskan.
Benar benar telah dihapus. Bahkan folder yang berisi semua kenangannya dengan
Dika pun telah dihapuskan. Kertas kertas yang bertuliskan nama Dika juga sudah
dibuang. Semua barang tentang Dika sudah Disa buang, tapi ada beberapa barang
yang akan terus tersimpan di dalam kardus, sampai suatu saat nanti Disa benar
benar yakin akan membuangnya. Entah kapan waktu itu akan datang.
Malam itu jarum detik terdengar lebih keras. Tik…tok…tik….tok… suara
suara yang membuat Disa gelisah karena ia menyadari waktu yang terus berjalan
walaupun dia tidak melakukan apapun. Ada sesuatu yang harus dia lakukan, tapi
apa? Apa Disa harus mengulang kembali rutinitasnya disetiap tanggal 20? Apa
Disa harus kembali mengingat semua tentang Dika dan kembali merasakan ada
sesuatu yang hilang? Apa Disa harus kembali membaca semua pesan dari Dika? Apa
harus selalu Dika yang ada dipikiran Disa jika tanggal 20 datang?
Disa benci sekali perasaannya itu, perasaan dimana ia bingung harus
melakukan apa. Perasaan yang selalu saja membuatnya tak tau harus bagaimana.
Akhirnya Disa memutuskan untuk bangun, ia mencari gelasnya yang belakangan ini
sudah tidak ia isi air, lalu mencaci maki dirinya sendiri karena tidak pernah
mengisi air lagi di gelas itu. Disa memang aneh, kadang dia bisa begitu
membenci dirinya karena hal yang tidak ia lakukan. Bahkan ia lebih sering
membenci dirinya karena hal hal yang tidak dia lakukan dibandingkan dengan hal
hal yang telah ia lakukan.
Dengan malas, Disa berjalan ke dapur. Segelas air dingin akan membantunya
menenangkan pikirannya atau mungkin saja akan membuat Disa jatuh tertidur
seketika dan melupakan semua hal tentang Dika.
Suara jarum detik itu masih terdengar begitu kencang, ruangan yang gelap
membuat Disa harus berhati hati menuruni tangga rumahnya. Tidak lucu sekali
jika ia jatuh dari tangga lalu sebuah drama tentang seorang gadis yang
kecelakaan di hari jadinya dengan sang mantan muncul di headline news. Disa
meraih pintu kulkas dan bersyukur sekali ketika melihat ice cream yang telah ia
siapkan jika ia merasa bingung melakukan apa. Segera diraihnya tempat ice cream
itu dan Disa kembali tidak mengisi gelas yang tadi ia bawa turun.
Ice cream.
Perasaan senang dan tenang datang kembali ke pikiran dan hatinya.
Sedetik…. Dua detik… pikirannya kembali. Ada sesuatu di ice cream ini yang
membuatnya kembali mengingat… Dika. Selalu Dika, bahkan dari sekotak ice cream
saja dia harus kembali mengingat Dika. Entah sehebat apa makhluk yang bernama
Dika itu sehingga membuat semua hal yang Disa lakukan terhubung dengannya. Atau
mungkin Disa yang terlalu menghubung hubungkan semua hal dengan Dika? Ah, tidak
tau. Yang jelas kini Disa kembali membenci dirinya sendiri.
Apa yang harus ia lakukan? Ia kembali duduk termenung. Memandangi ice
cream yang tidak berdosa itu dengan pandangan kasian sekaligus benci. Bagaimana
bisa sekotak ice cream yang tidak bersalah bisa membuatnya menjadi begitu
kesal. Andai saja waktu itu Dika tidak datang dengan ice cream, pasti tidak
akan seperti ini jadinya. Kenapa statement ice cream yang bisa membuat mood
kembali kini berubah menjadi ice cream yang membuat mood hilang. Kenapa?
Sudah jelas, kini hanya air putih yang paling netral. Disa meminta maaf
ke gelas itu yang telah ia abaikan karena sekotak ice cream. Segera ia mengisi
gelas itu dengan air dingin. Ia pandangi aliran air yang tertuang dari dalam
botol. Ia pandangi air yang berada disisi botol yang membuat tangannya basah.
Tetesan airnya membuat Disa menjadi semakin haus dan ia menjadi bingung sendiri
karena kini ia merasa waktu yang ia gunakan untuk menuang air ke dalam gelas
menjadi begitu lama. Ini terlalu lama. Baru setengah gelas itu terisi, Disa
memutuskan untuk berhenti menuang dan segera meminum air dingin itu.
Segaarr….
Sedetik…
Dua detik….
Tiga detik…..
Glek…
Air putih itu telah memasuki kerongkongan dan kini sedang bermuara di
lambung. Disa bernafas lega sekali karena tidak ada satu hal pun yang
membuatnya mengingat Dika. Ia kembali meminum air putih itu dan merasakan
kesegaran yang luar biasa.
Teng… jam di rumahnya berbunyi sekali, itu berarti ia baru saja melewati
satu jam pertama ditanggal 20 dengan mengingat beberapa kenangan tentangnya
dengan Dika. Disa menaruh botol yang tadi ia ambil ke dalam kulkas. Lalu
berjalan ke arah tangga, ia berniat untuk kembali ke kamarnya. Pelan…pelan… ia
berjalan seperti ada sesuatu yang tertinggal. Tapi apa?
Disa mengabaikan perasaannya itu lalu berjalan menuju kamarnya.
Sesampainya di depan pintu ia memandangi pintunya itu dengan seksama. Setiap
ujung sisinya ia pandangi, dari atas sampai bawah, semua hal yang ada di pintu
itu ia pandangi. Lalu ia tersenyum. Banyak hal yang berubah setelah Dika pergi,
bahkan pintu kamarnya pun terlihat berbeda. Sudah tidak ada lagi tempelan yang
ada Dikanya.
Disa membuka pintu kamarnya. Masih gelap, ia belum menyalakan lampunya.
Biasanya ia bisa melihat tulisan besar namanya dan Dika di dinding kamarnya
yang menyala dalam gelap, tapi kini tulisan itu sudah tidak ada. Disa kembali
tersenyum. Ia menyalakan lampu kamarnya lalu kembali tersenyum saat melihat
semua foto foto, tulisan, tempelan, poster dan semua hal tentang Dika yang
sudah tidak ada lagi di dinding kamarnya. Ia merasa begitu senang dan lega.
Perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Hal itu aneh karena Disa bisa merasa begitu bebas dari perasaan takutnya
jika Dika akan menanyakan apakah Disa masih menyimpan semua kenangan tentang
mereka. Harusnya Disa melakukan hal itu jauh jauh hari sebelumnya. Tapi ada
sesuatu yang membuat kamar Disa terlihat aneh. Bekas bekas tempelan foto,
poster dan semua tentang Dika masih terlihat dengan jelas di dinding kamarnya.
Ada sebuah pelajaran yang Disa terima, seberapa keras pun usahanya untuk
membuang tempelan tempelan tentang Dika, walaupun barang barang itu sudah jelas
terbuang, tapi bekasnya tidak. Bekas itu akan terus menempel, setidaknya sampai
Disa memutuskan untuk mengecat ulang kamarnya.
Segelas air putih pasti akan membantu. Ah iya, gelasnya tertinggal di
dapur, pantas saja Disa merasakan ada sesuatu yang tertinggal. Kini Disa bisa
melangkah dengan riang ke dapurnya, jarum detik juga sudah tidak terdengar lagi
suaranya. Bahkan Disa sudah bisa menunggu dengan sabar saat ia menuang air ke
gelasnya.
Ada banyak yang tidak bisa kita ubah dan ada banyak hal yang harus kita
terima. Kenangan. Bahkan jika kita memohon, berdoa, dan melakukan sejuta hal
lainnya, kenangan tidak akan berubah sedikit pun. Kita hanya akan membuat
kenangan yang baru, kenangan tentang kita yang berusaha merubah kenangan itu.
Ada satu hal yang tidak kita sadari. Saat kita berusaha menerima
kenangan, saat itulah kenangan juga berusaha hanya menjadi kenangan. Karena
saat kita berusaha melupakannya membuangnya, melepasnya, saat itu juga kenangan
berusaha keras untuk tetap tinggal di memori kita, tetap membuat kita kembali
mengingat hal hal yang tidak bisa kita terima.
Disa sadar, apapun yang ia lakukan untuk membuang Dika dari otak dan
hatinya, semua usaha keras itu akan sia sia. Tidak akan ada yang terjadi
kecuali Disa yang kembali mengingat semua kenangan tentang Dika. Hanya ada satu
hal yang harus Disa lakukan, menerima Dika dan semua kenangan tentang Dika.
Mengikhlaskan Dika dan menyadari seberapapun keras usahanya, Dika akan terus
berada di hatinya. Karena akan selalu ada sebuah tempat untuk semua orang yang
tidak akan pernah bisa digantikan oleh orang lain. Walaupun kini kita bersama
orang lain yang lebih kita cintai dari
orang sebelumnya, orang sebelumnya yang berada di hati kita tetap memiliki
posisi itu, ia tidak akan tergantikan. Karena orang yang kini kita cintai, ia
sedang membangun sebuah tempat di hati kita. Begitu juga semua orang. Tidak ada
seorang pun yang bisa menggantikan posisi orang lain yang ada di hati, tidak
akan ada, sekalipun ia berlutut dan memohon.
Dika adalah sesuatu yang harus Disa terima, kemarin, sekarang, besok
ataupun lusa, Dika akan terus menjadi Dika. Dika yang pernah ada dihati Disa. Di
tanggal 20 berikutnya, mungkin Disa akan lebih bisa mengontrol hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar