Jumat, 08 November 2013

Another Twenty

                Saat matahari muncul dari ufuk timur di hari Minggu pagi. Disa kira perasaan itu telah hilang seutuhnya. Perasaan yang telah lama ia buang jauh jauh, perasaannya untuk Dika. Perasaan yang semakin dibuang akan terus semakin lekat dihatinya. Ternyata kenyataan berbicara lain. Hari itu tanggal 20, seharusnya hubungannya dengan Dika memasuki usia ke tiga tahun, tapi pada kenyataannya hubungan mereka telah lama kandas, bahkan sebelum memasuki tahun ke dua.
                Disa kembali bangun ditengah malam, tapi kini ia tidak kebingungan karena saat pertama kali ia membuka matanya yang ada dipikirannya adalah sekarang tanggal 20. Hari dimana ia dan Dika memutuskan untuk bersama. Apa yang harus ia lakukan? Semenjak Disa memutuskan untuk melupakan Dika, semua kenangan tentang Dika telah dihapuskan. Benar benar telah dihapus. Bahkan folder yang berisi semua kenangannya dengan Dika pun telah dihapuskan. Kertas kertas yang bertuliskan nama Dika juga sudah dibuang. Semua barang tentang Dika sudah Disa buang, tapi ada beberapa barang yang akan terus tersimpan di dalam kardus, sampai suatu saat nanti Disa benar benar yakin akan membuangnya. Entah kapan waktu itu akan datang.
Malam itu jarum detik terdengar lebih keras. Tik…tok…tik….tok… suara suara yang membuat Disa gelisah karena ia menyadari waktu yang terus berjalan walaupun dia tidak melakukan apapun. Ada sesuatu yang harus dia lakukan, tapi apa? Apa Disa harus mengulang kembali rutinitasnya disetiap tanggal 20? Apa Disa harus kembali mengingat semua tentang Dika dan kembali merasakan ada sesuatu yang hilang? Apa Disa harus kembali membaca semua pesan dari Dika? Apa harus selalu Dika yang ada dipikiran Disa jika tanggal 20 datang?
Disa benci sekali perasaannya itu, perasaan dimana ia bingung harus melakukan apa. Perasaan yang selalu saja membuatnya tak tau harus bagaimana. Akhirnya Disa memutuskan untuk bangun, ia mencari gelasnya yang belakangan ini sudah tidak ia isi air, lalu mencaci maki dirinya sendiri karena tidak pernah mengisi air lagi di gelas itu. Disa memang aneh, kadang dia bisa begitu membenci dirinya karena hal yang tidak ia lakukan. Bahkan ia lebih sering membenci dirinya karena hal hal yang tidak dia lakukan dibandingkan dengan hal hal yang telah ia lakukan.
Dengan malas, Disa berjalan ke dapur. Segelas air dingin akan membantunya menenangkan pikirannya atau mungkin saja akan membuat Disa jatuh tertidur seketika dan melupakan semua hal tentang Dika.
Suara jarum detik itu masih terdengar begitu kencang, ruangan yang gelap membuat Disa harus berhati hati menuruni tangga rumahnya. Tidak lucu sekali jika ia jatuh dari tangga lalu sebuah drama tentang seorang gadis yang kecelakaan di hari jadinya dengan sang mantan muncul di headline news. Disa meraih pintu kulkas dan bersyukur sekali ketika melihat ice cream yang telah ia siapkan jika ia merasa bingung melakukan apa. Segera diraihnya tempat ice cream itu dan Disa kembali tidak mengisi gelas yang tadi ia bawa turun.
Ice cream.
Perasaan senang dan tenang datang kembali ke pikiran dan hatinya. Sedetik…. Dua detik… pikirannya kembali. Ada sesuatu di ice cream ini yang membuatnya kembali mengingat… Dika. Selalu Dika, bahkan dari sekotak ice cream saja dia harus kembali mengingat Dika. Entah sehebat apa makhluk yang bernama Dika itu sehingga membuat semua hal yang Disa lakukan terhubung dengannya. Atau mungkin Disa yang terlalu menghubung hubungkan semua hal dengan Dika? Ah, tidak tau. Yang jelas kini Disa kembali membenci dirinya sendiri.
Apa yang harus ia lakukan? Ia kembali duduk termenung. Memandangi ice cream yang tidak berdosa itu dengan pandangan kasian sekaligus benci. Bagaimana bisa sekotak ice cream yang tidak bersalah bisa membuatnya menjadi begitu kesal. Andai saja waktu itu Dika tidak datang dengan ice cream, pasti tidak akan seperti ini jadinya. Kenapa statement ice cream yang bisa membuat mood kembali kini berubah menjadi ice cream yang membuat mood hilang. Kenapa?
Sudah jelas, kini hanya air putih yang paling netral. Disa meminta maaf ke gelas itu yang telah ia abaikan karena sekotak ice cream. Segera ia mengisi gelas itu dengan air dingin. Ia pandangi aliran air yang tertuang dari dalam botol. Ia pandangi air yang berada disisi botol yang membuat tangannya basah. Tetesan airnya membuat Disa menjadi semakin haus dan ia menjadi bingung sendiri karena kini ia merasa waktu yang ia gunakan untuk menuang air ke dalam gelas menjadi begitu lama. Ini terlalu lama. Baru setengah gelas itu terisi, Disa memutuskan untuk berhenti menuang dan segera meminum air dingin itu.
Segaarr….
Sedetik…
Dua detik….
Tiga detik…..
Glek…
Air putih itu telah memasuki kerongkongan dan kini sedang bermuara di lambung. Disa bernafas lega sekali karena tidak ada satu hal pun yang membuatnya mengingat Dika. Ia kembali meminum air putih itu dan merasakan kesegaran yang luar biasa.
Teng… jam di rumahnya berbunyi sekali, itu berarti ia baru saja melewati satu jam pertama ditanggal 20 dengan mengingat beberapa kenangan tentangnya dengan Dika. Disa menaruh botol yang tadi ia ambil ke dalam kulkas. Lalu berjalan ke arah tangga, ia berniat untuk kembali ke kamarnya. Pelan…pelan… ia berjalan seperti ada sesuatu yang tertinggal. Tapi apa?
Disa mengabaikan perasaannya itu lalu berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di depan pintu ia memandangi pintunya itu dengan seksama. Setiap ujung sisinya ia pandangi, dari atas sampai bawah, semua hal yang ada di pintu itu ia pandangi. Lalu ia tersenyum. Banyak hal yang berubah setelah Dika pergi, bahkan pintu kamarnya pun terlihat berbeda. Sudah tidak ada lagi tempelan yang ada Dikanya.
Disa membuka pintu kamarnya. Masih gelap, ia belum menyalakan lampunya. Biasanya ia bisa melihat tulisan besar namanya dan Dika di dinding kamarnya yang menyala dalam gelap, tapi kini tulisan itu sudah tidak ada. Disa kembali tersenyum. Ia menyalakan lampu kamarnya lalu kembali tersenyum saat melihat semua foto foto, tulisan, tempelan, poster dan semua hal tentang Dika yang sudah tidak ada lagi di dinding kamarnya. Ia merasa begitu senang dan lega. Perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
Hal itu aneh karena Disa bisa merasa begitu bebas dari perasaan takutnya jika Dika akan menanyakan apakah Disa masih menyimpan semua kenangan tentang mereka. Harusnya Disa melakukan hal itu jauh jauh hari sebelumnya. Tapi ada sesuatu yang membuat kamar Disa terlihat aneh. Bekas bekas tempelan foto, poster dan semua tentang Dika masih terlihat dengan jelas di dinding kamarnya. Ada sebuah pelajaran yang Disa terima, seberapa keras pun usahanya untuk membuang tempelan tempelan tentang Dika, walaupun barang barang itu sudah jelas terbuang, tapi bekasnya tidak. Bekas itu akan terus menempel, setidaknya sampai Disa memutuskan untuk mengecat ulang kamarnya.
Segelas air putih pasti akan membantu. Ah iya, gelasnya tertinggal di dapur, pantas saja Disa merasakan ada sesuatu yang tertinggal. Kini Disa bisa melangkah dengan riang ke dapurnya, jarum detik juga sudah tidak terdengar lagi suaranya. Bahkan Disa sudah bisa menunggu dengan sabar saat ia menuang air ke gelasnya.
Ada banyak yang tidak bisa kita ubah dan ada banyak hal yang harus kita terima. Kenangan. Bahkan jika kita memohon, berdoa, dan melakukan sejuta hal lainnya, kenangan tidak akan berubah sedikit pun. Kita hanya akan membuat kenangan yang baru, kenangan tentang kita yang berusaha merubah kenangan itu.
Ada satu hal yang tidak kita sadari. Saat kita berusaha menerima kenangan, saat itulah kenangan juga berusaha hanya menjadi kenangan. Karena saat kita berusaha melupakannya membuangnya, melepasnya, saat itu juga kenangan berusaha keras untuk tetap tinggal di memori kita, tetap membuat kita kembali mengingat hal hal yang tidak bisa kita terima.
Disa sadar, apapun yang ia lakukan untuk membuang Dika dari otak dan hatinya, semua usaha keras itu akan sia sia. Tidak akan ada yang terjadi kecuali Disa yang kembali mengingat semua kenangan tentang Dika. Hanya ada satu hal yang harus Disa lakukan, menerima Dika dan semua kenangan tentang Dika. Mengikhlaskan Dika dan menyadari seberapapun keras usahanya, Dika akan terus berada di hatinya. Karena akan selalu ada sebuah tempat untuk semua orang yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh orang lain. Walaupun kini kita bersama orang lain  yang lebih kita cintai dari orang sebelumnya, orang sebelumnya yang berada di hati kita tetap memiliki posisi itu, ia tidak akan tergantikan. Karena orang yang kini kita cintai, ia sedang membangun sebuah tempat di hati kita. Begitu juga semua orang. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikan posisi orang lain yang ada di hati, tidak akan ada, sekalipun ia berlutut dan memohon.

Dika adalah sesuatu yang harus Disa terima, kemarin, sekarang, besok ataupun lusa, Dika akan terus menjadi Dika. Dika yang pernah ada dihati Disa. Di tanggal 20 berikutnya, mungkin Disa akan lebih bisa mengontrol hatinya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar