Minggu, 30 Desember 2012

Damai

aku terduduk melamun memandangi handphoneku. Kekesalanku hampir memuncak. sudah dari tadi malam handphone ku ini tidak bergetar sedikit pun. bahkan operator juga sudah malas mengirimiku pesan. sudahlah, memandangi handphone dan mengharapkannya bergetar hanya membuang waktu ku saja. ku tekan tombol merah yang lama. setelah handphone itu off, ku lepas case-nya, ku cabut batrai-nya dan ku lepas sim cardnya. sesaat ku pandangi sim card kecil tak berdosa itu tapi ia benar benar membuat ku kesal. ku pegang ujung ujung sim card itu. ku keluarkan sedikit tenaga dan dalam hitungan detik sim card itu patah menjadi dua bagian.
hanya sebuah sim card, aku masih punya handphone yang menyimpan nomer telfon seluruh teman teman ku. aku bukan tipe orang yang suka memakai nomer handphone dalam jangka waktu yang lama. lagi pula berapa rupiah sih harga sim card? mengganti nomorku tidak akan membuat ku miskin. tapi ya itu dia, selalu mendapat kritikan dari semua orang karena sulit dihubungi. tapi buat apa kau memiliki nomor yang itu itu saja selama beberapa tahun jika tidak pernah membalas atau menghubungi orang lain? ah, itu dia sekali.
segera ku buang simcard itu ke tempat sampah. ku lihat handphone ku yang sedang termutilasi, ku kumpulkan jadi satu, dan ku masukkan ke dalam sebuah kaleng. tidak akan ada yang peduli. kulempar kaleng itu jauh ke kolong kasur. rasa kesal ku sedikit berkurang. "hhhhmmmppphhh" sedikit beban seperti terangkat. ku banting badan ku ke atas kasur, ku rentangkan tangan dan ku pejamkan mata.
"ayolah tiduuuur tiduuur" batin ku. aku belum tidur sejak tadi malam. badanku lelah, lelah sekali. aku ingin istirahat, sangat ingin, tapi..... ah otak ku ini masih ingin berfikir. otak ku atau hati ku yang ingin berfikir? ah, jangan jangan otak ku sudah kalah oleh hati. logika ku sudah tidak bisa berjalan lagi. hati ku membuat otak ku tumpul. aku tidak bisa berfikir lagi karena...... ah bukan, bukan pria semacam itu yang membuat otak ku tidak bisa berfikir lagi. ini pasti diriku yang sedang memikirkan sesuatu, dan tentu saja bukan pria itu. tentu saja bukan.

***

apakah aku tertidur barusan? tidak ada yang berubah sedikit pun kok. langit diluar tetap gelap, jendela kamar ku tidak berubah posisi, tetap tertutup. baju yang ku kenakan, dan semua hal dikamar ku tetap sama. jam berapa sekarang? ku gerakkan tangan ku mencari handphone. ah, tidak ketemu. dimana sih handphone menyebalkan itu? ku edarkan pandangan ke kanan dan kiri. "sssttt, ah sialan." aku lupa kalo handphone ku baru saja ku mutilasi. dengan malas aku bangun, pandangan ku masih kabur, aku seperti belum sadar sepenuhnya. berjalan ke pinggir kasur dan mengambil posisi tiarap untuk masuk ke kolong kasur. "dimana sih kaleng itu? tidak punya otak!" aku benci sekali dengan sifat ku yang suka seenaknya saat emosi.
gelap total di kolong kasur. aku meraba semua hal yang bisa kujangkau. remote, boneka, sisir, ah.... dimana kaleng bodoh itu? ku cari ke sudut sudut kasur tapi tidak ada juga. aku berhenti mencari dan berfikir sejenak. jika tidak ada di ujung sini, berarti dia tidak terlalu ke kolong. aku merayap mundur dan menemukan kaleng bodoh itu tidak jauh dari pinggir kasur. sudah jauh ke kolong tapi rupanya kau ada di pinggir kasur, merepotkan saja. keluar dari kolong kasur dengan badan penuh debu dan kepala dihiasi sarang laba laba. kolong kasur adalah daerah tak terjangkau kebersihan.
duduk di lantai, menyenderkan badan ke kasur dan membuka kaleng itu. ku lihat handphone ku yang tidak bersalah tapi tetap saja terlihat bersalah dan dalam beberapa detik aku ingin membanting kaleng bodoh itu lagi karena aku baru sadar telah mematahkan sim card untuk kesekian kalinya karena emosi sesaat ku.
dan aku masih belum tau tanggal dan jam berapa hari ini sebelum aku merapikan kembali handphone ku dan menyalakannya.
"oh, baru jam setengah enam sore."
ku pandangi handphone itu. terasa ada yang janggal. apa ya? aku berfikir berfikir berfikir. apa yaaa? emmmm, jam, menit, detik. ohhhh, tanggal! ku perhatikan tanggal yang muncul di handphone ku itu.
"aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa" aku teriak keras sekeras kerasnya. berapa lama aku tidur? berapa jam? atau berapa hari? ah, aku lupa. bodoh bodoh bodoh.
tiba tiba alarm to do list ku berbunyi mengingatkan semua jadual yang serharusnya sudah ku kerjakan hari ini. aduh, bodoh sekali diriku melupakan semua kegiatan penting ini. dan satu hal yang paling penting. "deadline bab 2 ku dengan Pak Arid, ah masih satu jam lagi. aku harus bersiap siap"
ku lemparkan kembali handphone ku ke atas kasur, mandi dan bersiap siap, dalam waktu setengah jam aku telah siap dengan print-an skripsi bab 2 ku. berpenampilan seadanya, menuju ke garasi dan menghidupkan motor ku. starter starter starter berkali kali tapi tidak mau hidup juga? apa yang salah sih, sudah tidak ada waktu untuk memperbaiki motor. aku berlari mencari taxi, dan menghardik semua acara yang ada di televisi karena selalu menyiapkan taxi saat pemeran utama membutuhkan taxi. dimana taxi ku? kenapa aku tidak hidup di televisi saja?

***

kenapa aku harus memiliki dosen pembimbing seperti itu? seberapa penting sih penampilan kita saat bertemu dosen? mengapa dosen itu menolak bertemu dengan ku karena penampilan ku yang katanya urakkan? apakah dia tidak tau aku buru buru sekali dan betapa mati matiannya aku menuju ke kampus hanya untuk bertemu dengannya? apakah harus ku ceritakan kepadanya tentang permohonan ku agar satpam komplek ku mau mengantar ku ke kampus dengan motor bututnya? apakah dia harus kuajari bagaimana cara menghargai orang?
aku duduk di depan ruangannya. memandangi pintu yang tidak bersalah dan ingin sekali menendang atau menonjoknya.
ingin sekali kupasang sebuah tanda jangan diganggu di dekat ku agar tidak ada satu orang pun yang menyapa atau menggodaku. tidak kah mereka bisa membaca ekspresi ku yang sedang kesal ini? apakah mereka bukan anak fakultas psikologi? bodoh sekali sih mereka. apakah mereka harus kuajari cara membaca ekspresi orang? apakah aku harus menjadi salah satu dosen mereka agar mereka dapat mengerti kemauan orang lain?
dan apakah pria yang membuat ku menghancurkan sim card ku harus mengajak ku berbicara lagi? what? pria yang membuat ku menghancurkan sim card ku mengajak ku berbicara?
aku diam. kupandang matanya. "mau minta maaf karena tidak menghubungi? mau bertanya kenapa aku tidak bisa dihubungi seharian ini? mau menjelaskan sesuatu?" aku bisa menebak semuanya. aku memang ahli sekali dalam membaca gerak gerik seseorang. semua dosen memberi nilai A dalam ujian dan praktek tentang orang lain. tapi kalian semua pasti tau, aku tidak pernah berhasil melawan diriku sendiri.
dia mulai menarik nafas dan aku yakin dia akan mengajak ku ke taman tempat kami biasa ngobrol. "ikut aku ke taman, aku ingin menjelaskan sesuatu."

***

sudah hampir tiga tahun tempat duduk disini menjadi tempat favorit kami. tapi ya, semenjak seminggu yang lalu ini menjadi tempat yang horror bagi kami, ah tidak, bagiku saja.
"hmmmphh, begini" aku menarik dan menghembuskan nafas panjang, berusaha agar kata kata ku yang keluar nanti bisa lancar.
"apa yang kau beri tau pada ku sudah cukup jelas, dan yasudahlah. kita berdamai saja, bagaimana?" ucapku sambil menatap matanya. "maksudmu berdamai?"
"haha, sebenarnya berdamai dengan diriku sendiri sih. hemm, begini. kau sudahlah dengan duniamu saja. aku juga dengan duniaku. kau meminta maaf akan segera ku maafkan, baru akan segera ya, bukan sudah kumaafkan. emmm, maksudku berdamai itu ya karena entah bagaimana aku jadi begitu membenci diriku sendiri karena hal yang telah kau lakukan kepadaku. kau bisa bayangkan sendiri, tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar dan kau anggap semuanya itu bukan apa apa. dan setelah semua orang dan dosen mengatakan aku adalah orang yang paling tidak bisa dibohongi, aku malah menjadi orang paling mudah dibohongi olehmu. ah, seharusnya kau mengerti ke arah mana aku bicara."
aku merapikan tas ku dan berdiri.
"ada yang ingin kau katakan? aku sibuk sekali, jadual ku hari ini kacau berantakan dan aku harus membeli sim card baru lagi, ya kau tau lah. sim card ku baru saja kupatahkan karena aku terlalu emosi."
dia menatap ku dengan pandangan memohon. "jika kau hanya menatap ku tanpa mengatakan apapun, bagaimana aku tau apa yang ingin kau sampaikan? aku bukan Tuhan yang bisa mengerti hamba-Nya. jika selama ini aku berhasil menebak pikiran orang, kau harus tau aku hanya bermain tebak tebakan. aku pergi."

***

ahhhh, indahnya dunia ini. coba kau lihat, saat matahari mulai tenggelam awan gelap mulai berusaha menutupi sinar matahari, tapi matahari masih berusaha untuk bersinar menerangi bumi. hemm, indah sekali langitnya.
berdamai dengan diriku, dengan hatiku dan dengan otak ku. hanya itu yang perlu aku lakukan sekarang. 
aku mengambil handphone ku yang ada di dalam tas, meminta maaf kepadanya karena telah memutilasinya semalam. ku atur jadual ku untuk sisa hari ini. "membeli sim card, membereskan kamar, membersihkan kolong kasur, menyiapkan bab 3, menyiapkan quisioner, dan.... aku harus memperbaiki diriku. yang bagian mengontrol emosi tentu saja."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar