Pagi ini matahari belum terbit, aku sengaja bangun lebih awal karena ada
sesuatu yang ingin kuberi tahu kepadamu. Semuanya harus tersampaikan sebelum
matahari terbit, karena jika matahari sudah terbit mungkin kenyataan akan
segera hadir dan mimpi mimpi ku bersama bulan akan segera sirna.
Apa kabar?
Aku masih sering kali kebingungan kenapa aku harus menanyakan kabar
disetiap kalimat pembuka. Padahal aku tau kau baik baik saja, setidaknya dalam
pandangan dan penilaian ku kau baik baik saja secara fisik. Semoga hatimu juga
baik baik saja.
Matahari belum terbit, kau pasti masih terlelap bersama sejuta mimpimu,
tidak apa. Teruslah bermimpi karena mungkin saat kau bangun kau akan melupakan
mimpimu itu.
Ada yang ingin kusampaikan kepadamu pagi ini.
Mungkin selama ini kau melihat ku baik baik saja,
Mungkin selama ini kau melihatku selalu tersenyum,
Mungkin selama ini kau melihat aku tenang tenang saja bermain, berbicara,
bertemu dan melakukan semuanya bersamamu.
Tapi kau tidak tau satu hal.
Satu hal yang selalu ingin kusimpan sendiri agar semuanya baik baik saja.
Satu hal yang seluruh dunia tidak boleh tau.
Satu hal yang bahkan aku sendiri pun tidak boleh mengetahuinya.
Satu hal yang akan terus kusimpan di dalam hati agar ia bisa tenggelam
bersama mimpi.
Pagi ini aku terbangun lebih awal, dan aku mulai kebingungan mana mimpi
mana kenyataan. Bahkan aku bingung mana perasaan yang benar benar nyata dan
mana yang hanya khayalan. Aku semakin takut menyadari perasaan yang nyata itu
akan menjadi khayalan. Aku takut perasaan yang ada di khayalan itu akan menjadi
nyata.
Tadi malam aku bermimpi, tidak buruk memang tapi cukup membuatku
bergetar. Mungkin sudah kesekian juta kalinya kau hadir di mimpi ku dan aku
selalu melupakannya ketika aku bangun, kadang hal ini membuat ku tidak ingin
bangun dan berusaha untuk terus tertidur. Kenyataan itu menyakitkan, tidak
seindah mimpi.
Aku bermimpi tentang bagaimana perasaan perasaan yang tersembunyi itu
mulai mengalir perlahan lahan ke muara. Perasaan yang tertahan oleh tumpukan
batu batu besar yang menahannya agar tidak mengalir ke muara itu menang.
Akhirnya ia perlahan lahan sampai ke muara. Akhirnya perasaan perasaan mu
yang tesembunyi itu sampai ke muara, tepatnya ke perasaan ku.
Aku bingung bagaimana cara menanggapinya jika perasaanmu yang mengalir
itu tidak sesuai jalur, maksud ku perasaan yang mengalir ke muara itu melalui
jalur yang lain, bukan jalur yang seharusnya dapat langsung mengalir tepat ke
perasaan ku.
Bagaimana aku bisa mengatakan bahwa perasaan mu telah sampai ke muara
jika kau saja tidak pernah membiarkan perasaan ku tau tentang perasaan mu.
Benar memang, aku yang mendirikan batu batu besar itu agar tidak ada
perasaan yang mengalir ke perasaan ku. Aku yang melarangnya. Aku yang
menghindarinya. Ah, kau tidak tau bagaimana sulitnya mendirikan benteng itu.
Setidaknya dengan adanya benteng itu, aku melarang muara hati ku terisi
oleh perasaan perasaan lain yang hanya akan membuat kenangan kenangan yang
seharusnya segera terlupakan seiring berjalannya waktu. Setidaknya dengan
adanya benteng itu aku membuat muara hati ku untuk ku sendiri. Aku tidak bisa
membiarkan sembarang perasaan mengalir ke muara itu dan membuatnya tercampur
baur menjadi satu. Aku tidak akan pernah bisa membiarkannya.
Tapi setidaknya sekarang, perasaanmu sedikit demi sedikit telah sampai ke
muara. Kau sungguh hebat, saat aku menutup jalur utama kau dengan sejuta akal
menemukan jalur yang lainnya lagi. Kau hebat sekali.
Tapi untuk sekarang ini aku akan berpura pura tidak tau bahwa perasaan mu
telah sampai ke muara, aku akan berpura pura tidak tau. Aku akan tetap
berakting seperti biasa agar semuanya tetap baik baik saja.
Hai,
bagaimana pagimu?
Aku sudah
memberi tahu apa yang ingin ku beritau. Matahari hampir terbit sepertinya, aku
akan menemui mu di ujung jalan depan. Kelas pertama akan segera dimulai.
Selamat pagi
J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar