Kisah ini dimulai setelah Negara api menyerang, setelah Walt Disney
menciptakan tokoh Mickey Mouse, setelah Jepang menyerah kepada sekutu. Kisah
ini dimulai tepat ketika generasi 90an lahir. Hari itu Jakarta masih sepi,
kendaraan masih jarang, dan Soeharto masih bertugas sebagai presiden. Entah ada
kejadian besar apa di hari itu, tapi yang aku tau, hari itu seseorang yang akan
mewarnai kehidupanku lahir.
Aku percaya, sesulit apapun kehidupan dan seindah apapun ia, semua itu
sudah ada yang mengatur, Tuhan. Aku tidak perlu repot repot mengkhawatirkan apa
yang akan terjadi nanti, besok, lusa atau bertahun tahun dari sekarang. Aku
juga tidak perlu repot repot memikirkan dan menyesali apa yang sudah aku
lakukan sebelumnya. Yang perlu aku pikirkan dan persiapkan adalah apa yang aku
lakukan sekarang, detik ini, menit ini, jam ini. Scenario Tuhan yang indah
seperti apa lagi yang akan aku lakukan.
Hari itu, sama seperti hari hari sebelumnya, aku tidak akan pernah bisa
menebak siapa saja orang orang yang akan kutemui, seperti apa bentuknya, siapa
namanya, seperti apa masa lalunya atau seperti apa masa depannya. Aku tidak
tau. Tapi ternyata karena scenario Tuhan, aku bertemu dengan seseorang yang
siap mewarnai kehidupanku.
Hari itu selalu sama seperti hari sebelumnya, bersyukur karena aku masih
bisa bangun, bersyukur karena aku masih bisa beraktifitas, bersyukur karena aku
masih diizinkan Tuhan untuk bersyukur. Dan jika saja aku tau hal ini akan
terjadi, aku akan bersyukur kepada Tuhan karena telah mempertemukan ku
dengannya di hari itu. Karena aku bertemu dengannya, hari itu menjadi tidak
sama seperti hari hari sebelumnya.
Hari yang tidak sama itu dimulai, entah kenapa kisah ku di hari yang
tidak sama itu harus memiliki latar sekolahan yang dipenuhi dengan seragam putih
abu abu. Mungkin memang benar, putih abu abu itu memiliki cerita dan kenangan
sendiri bagi semua orang, putih abu abu yang akan penuh kenangan.
Aku tidak tau bagaimana ceritanya aku bisa berkenalan dengannya, tapi aku
mengenalinya seperti aku mengenali orang orang pada umumnya, hanya sebatas nama
dan angkatan. Dia lima tahun lebih tua dariku, tapi beberapa hari yang lalu
teman ku baru saja menyebut dirinya berondong.
Entah scenario Tuhan yang terlalu indah atau aku yang terlalu menganggap
dunia ku indah, tapi karena scenario Tuhan yang indah itu, perlahan lahan
kehadirannya menjadi begitu berarti. Aku mulai mengenalinya lebih dalam.
Aku tau dia lahir diakhir Juli tepat saat generasi 90an dimulai.
Aku tau dia menyukai warna merah.
Aku tau dia yang suka hal hal yang berbau psikologi.
Aku tau dia yang lebih suka menyimpan semuanya sendiri.
Aku tau dia yang lebih suka berpura pura baik baik saja saat semuanya
tidak baik baik saja.
Aku tau dia yang cuek.
Aku tau dia yang perhatian.
Aku tau dia yang menyebalkan.
Aku tau dia yang begitu baik.
Aku tau dia yang jahat.
Aku tau dia yang suka diperhatikan.
Aku tau dia yang berbeda.
Aku tau dia yang kadang sering kali membuat ku menyadari ada banyak hal
yang membuatku tau bahwa aku tidak mengetahui apa apa tentang dia.
Scenario Tuhan yang indah itu membuat ku menemukan seseorang yang seperti
bisa mempermainkan perasaan, setidaknya perasaan ku. Malam itu, setelah
kesekian juta kalinya ia mengganggu waktu tidurku, ia menceritakan banyak hal,
ia membuatku tertawa karena ceritanya, ia membuatku simpati karena ceritanya,
ia membuatku senang karena ceritanya, ia membuatku sedih karena ceritanya,
semua itu karena ceritanya. Saat semua
cerita telah diceritakan, ia mulai membicarakan diriku. Dia bilang…
Aku cantik.
Aku manis.
Aku baik.
Aku manja.
Aku seperti anak bayi.
Aku menyenangkan.
Aku membuatnya tersenyum.
Dia bilang semua hal yang terdengar begitu manis, tapi tepat setelah itu,
dia bilang dia berbohong. Hahaha. Itulah
dia, setelah dia mengangkat ku setinggi langit, dengan segera ia membuatku
terbanting jatuh ke tanah.
Aku tau dia yang setelah memujiku akan segera membuatku jatuh ke tanah.
Setelah hari itu, aku berjanji tidak akan pernah menanggapi pujian dia
dengan sepenuh hati, bahkan aku selalu menunggu kalimat apa yang akan ia
keluarkan sesaat setelah ia memujiku.
Dia menyebalkan sekali memang. Orang yang awalnya bukan siapa siapa dan
bahkan bukan apa apa, telah berubah menjadi seseorang yang dengan mudahnya
membuat ku tersenyum, tertawa, bahagia, kesal, marah, sedih, senang dalam waktu
yang bersamaan. Aneh mungkin, tapi he did it. Did? Does it mean that that is in
the past? Yes, it does.
Dulu, setelah sebuah kejadian besar dalam hidupku terjadi, dia perlahan
lahan membuatku melupakan kejadian besar itu. I think if he never came into my
life, I would stuck with that thing forever.
Dulu aku tidak peduli padanya, kini aku berusaha untuk tidak peduli
padanya.
Dulu aku tidak mengenalinya, kini aku berusaha untuk tidak mengenalinya.
Dulu aku mengabaikannya, kini aku berusaha untuk mengabaikannya.
Dulu aku tidak pernah berfikiran sekalipun untuk menulis tentangnya, tapi
kini aku berusaha keras untuk tidak
menulis tentangnya. Bahkan sekarang, aku ingin menghabiskan waktu ku dengan
terus menulis tentangnya. Menulis kejadian kejadian aneh dan menyenangkan yang
telah kulalui dengannya, menulis semua hal yang telah tersimpan di dalam satu
tempat bernama memori.
Percaya atau tidak, saat dia melihat tulisan ku ini, aku yakin dia akan
tersenyum atau mungkin tertawa. Tapi aku sedikit tidak percaya saat dia
menyuruhku mengganti endingnya. Baru kali ini aku disuruh mengganti ending dari
seorang pembaca, dan entah kenapa aku menurutinya.
Ending seperti apa yang seharusnya aku tulis? Ah, aku tau. Aku akan membiarkan
tulisan ini menggantung tanpa memiliki ending yang jelas. Karena aku tau scenario
Tuhan tentang ku dan dia belum berakhir dan aku akan terus menulis kisah
tentang ku dan dia. Setelah tulisan ini, masih akan ada chapter chapter
berikutnya. Bukankah Cinderella hidup bahagia selamanya tanpa akhir?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar