Senin, 07 Oktober 2013

Karena Skenario Tuhan, Aku Bertemu Dengannya

Kisah ini dimulai setelah Negara api menyerang, setelah Walt Disney menciptakan tokoh Mickey Mouse, setelah Jepang menyerah kepada sekutu. Kisah ini dimulai tepat ketika generasi 90an lahir. Hari itu Jakarta masih sepi, kendaraan masih jarang, dan Soeharto masih bertugas sebagai presiden. Entah ada kejadian besar apa di hari itu, tapi yang aku tau, hari itu seseorang yang akan mewarnai kehidupanku lahir.
Aku percaya, sesulit apapun kehidupan dan seindah apapun ia, semua itu sudah ada yang mengatur, Tuhan. Aku tidak perlu repot repot mengkhawatirkan apa yang akan terjadi nanti, besok, lusa atau bertahun tahun dari sekarang. Aku juga tidak perlu repot repot memikirkan dan menyesali apa yang sudah aku lakukan sebelumnya. Yang perlu aku pikirkan dan persiapkan adalah apa yang aku lakukan sekarang, detik ini, menit ini, jam ini. Scenario Tuhan yang indah seperti apa lagi yang akan aku lakukan.
Hari itu, sama seperti hari hari sebelumnya, aku tidak akan pernah bisa menebak siapa saja orang orang yang akan kutemui, seperti apa bentuknya, siapa namanya, seperti apa masa lalunya atau seperti apa masa depannya. Aku tidak tau. Tapi ternyata karena scenario Tuhan, aku bertemu dengan seseorang yang siap mewarnai kehidupanku.
Hari itu selalu sama seperti hari sebelumnya, bersyukur karena aku masih bisa bangun, bersyukur karena aku masih bisa beraktifitas, bersyukur karena aku masih diizinkan Tuhan untuk bersyukur. Dan jika saja aku tau hal ini akan terjadi, aku akan bersyukur kepada Tuhan karena telah mempertemukan ku dengannya di hari itu. Karena aku bertemu dengannya, hari itu menjadi tidak sama seperti hari hari sebelumnya.
Hari yang tidak sama itu dimulai, entah kenapa kisah ku di hari yang tidak sama itu harus memiliki latar sekolahan yang dipenuhi dengan seragam putih abu abu. Mungkin memang benar, putih abu abu itu memiliki cerita dan kenangan sendiri bagi semua orang, putih abu abu yang akan penuh kenangan.
Aku tidak tau bagaimana ceritanya aku bisa berkenalan dengannya, tapi aku mengenalinya seperti aku mengenali orang orang pada umumnya, hanya sebatas nama dan angkatan. Dia lima tahun lebih tua dariku, tapi beberapa hari yang lalu teman ku baru saja menyebut dirinya berondong.
Entah scenario Tuhan yang terlalu indah atau aku yang terlalu menganggap dunia ku indah, tapi karena scenario Tuhan yang indah itu, perlahan lahan kehadirannya menjadi begitu berarti. Aku mulai mengenalinya lebih dalam.
Aku tau dia lahir diakhir Juli tepat saat generasi 90an dimulai.
Aku tau dia menyukai warna merah.
Aku tau dia yang suka hal hal yang berbau psikologi.
Aku tau dia yang lebih suka menyimpan semuanya sendiri.
Aku tau dia yang lebih suka berpura pura baik baik saja saat semuanya tidak baik baik saja.
Aku tau dia yang cuek.
Aku tau dia yang perhatian.
Aku tau dia yang menyebalkan.
Aku tau dia yang begitu baik.
Aku tau dia yang jahat.
Aku tau dia yang suka diperhatikan.
Aku tau dia yang berbeda.
Aku tau dia yang kadang sering kali membuat ku menyadari ada banyak hal yang membuatku tau bahwa aku tidak mengetahui apa apa tentang dia.
Scenario Tuhan yang indah itu membuat ku menemukan seseorang yang seperti bisa mempermainkan perasaan, setidaknya perasaan ku. Malam itu, setelah kesekian juta kalinya ia mengganggu waktu tidurku, ia menceritakan banyak hal, ia membuatku tertawa karena ceritanya, ia membuatku simpati karena ceritanya, ia membuatku senang karena ceritanya, ia membuatku sedih karena ceritanya, semua itu karena ceritanya.  Saat semua cerita telah diceritakan, ia mulai membicarakan diriku. Dia bilang…
Aku cantik.
Aku manis.
Aku baik.
Aku manja.
Aku seperti anak bayi.
Aku menyenangkan.
Aku membuatnya tersenyum.
Dia bilang semua hal yang terdengar begitu manis, tapi tepat setelah itu, dia bilang dia berbohong.  Hahaha. Itulah dia, setelah dia mengangkat ku setinggi langit, dengan segera ia membuatku terbanting jatuh ke tanah.
Aku tau dia yang setelah memujiku akan segera membuatku jatuh ke tanah.
Setelah hari itu, aku berjanji tidak akan pernah menanggapi pujian dia dengan sepenuh hati, bahkan aku selalu menunggu kalimat apa yang akan ia keluarkan sesaat setelah ia memujiku.
Dia menyebalkan sekali memang. Orang yang awalnya bukan siapa siapa dan bahkan bukan apa apa, telah berubah menjadi seseorang yang dengan mudahnya membuat ku tersenyum, tertawa, bahagia, kesal, marah, sedih, senang dalam waktu yang bersamaan. Aneh mungkin, tapi he did it. Did? Does it mean that that is in the past? Yes, it does.
Dulu, setelah sebuah kejadian besar dalam hidupku terjadi, dia perlahan lahan membuatku melupakan kejadian besar itu. I think if he never came into my life, I would stuck with that thing forever.
Dulu aku tidak peduli padanya, kini aku berusaha untuk tidak peduli padanya.
Dulu aku tidak mengenalinya, kini aku berusaha untuk tidak mengenalinya.
Dulu aku mengabaikannya, kini aku berusaha untuk mengabaikannya.
Dulu aku tidak pernah berfikiran sekalipun untuk menulis tentangnya, tapi kini aku berusaha  keras untuk tidak menulis tentangnya. Bahkan sekarang, aku ingin menghabiskan waktu ku dengan terus menulis tentangnya. Menulis kejadian kejadian aneh dan menyenangkan yang telah kulalui dengannya, menulis semua hal yang telah tersimpan di dalam satu tempat bernama memori.
Percaya atau tidak, saat dia melihat tulisan ku ini, aku yakin dia akan tersenyum atau mungkin tertawa. Tapi aku sedikit tidak percaya saat dia menyuruhku mengganti endingnya. Baru kali ini aku disuruh mengganti ending dari seorang pembaca, dan entah kenapa aku menurutinya.
Ending seperti apa yang seharusnya aku tulis? Ah, aku tau. Aku akan membiarkan tulisan ini menggantung tanpa memiliki ending yang jelas. Karena aku tau scenario Tuhan tentang ku dan dia belum berakhir dan aku akan terus menulis kisah tentang ku dan dia. Setelah tulisan ini, masih akan ada chapter chapter berikutnya. Bukankah Cinderella hidup bahagia selamanya tanpa akhir?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar