Senin, 13 Juni 2016

8. delapan

8.

Bukan anak anak namanya jika tidak polos.

Berada di jalan raya sambil menunggu bus memang kadang membuat saya berhasil mengingat potongan potongan kisah masa lalu. Dan barusan, ketika melihat mas mas ngerokok di motornya, ada sebuah kejadian yang cukup konyol yang teringat. Ini kisah kepolosan saya dulu.

Menurut saya, salah satu tanda bahwa kita sudah besar adalah dengan tidak dipangku saat duduk di angkot. Saya sudah tidak dipangku waktu itu~

Hari itu, entah saya pergi kemana dan dengan siapa. Saat itu juga Ramadhan, sepertinya saya sudah mampu puasa full sehari.

Di angkot, duduk di belakang supir adalah posisi yang cukup aman dari para perebut barang. Jadi saya berusaha memilih duduk di belakang supir angkot, sampai hari ini. Di lampu merah pangkalan jati, supir angkotnya beli rokok ke tukang asongan.

Saat itu saya panik.
Orang yang merokok pasti tidak puasa. Maka yang menghirup asap rokok, jangan jangan juga tidak puasa. Karena saat itu saya puasa, maka jangan jangan puasa saya akan batal jika menghirup asap rokok. Panik. Akhirnya saya berusaha keras menahan nafas. Sampai asap rokoknya menghilang, saya tidak bernafas.
Dan kalian tau, itu sangat menyiksa.

Hari itu pikiran saya seperti itu, dan sekarang saya berfikir betapa konyolnya jika bernafas membuat puasa seseorang batal, hehehe.
Tapi namanya juga anak anak, kalo gak polos ya bukan anak anak.

Eh udah seminggu ramadhan.
Udah berapa juz?
Tarawihnya full?
Udah ngasih buka yang shaum?
Yoooo panen ibadah~

#8
#30haribercerita
#HusnaPunyaCerita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar